Senin, 31 Maret 2014

Love is Rose




Kau tahu mengapa kata cinta selalu disandingkan dengan setangkai bunga mawar?? Karena saat seseorang memberikan setangkai mawar itu padamu artinya tidak hanya keindahan saja yang akan akan kau lihat ketika menerima setangkai mawar itu, tetapi dalam tangkainya terdapat duri yang mungkin bisa menyakitimu. Begitu pula cinta, aku tidak serta merta hanya menjanjikan suatu keindahan saja padamu, tapi mungkin suatu saat aku akan khilaf dan kemudian aku menyakitimu. Itulah cinta.....
Dan ketika kau bersedia menerima setangkai mawar itu dalam genggaman tanganmu itu artinya kau telah siap dengan segala keindahan yang sepaket dengan beberapa duri yang berada dalam tangkainya....
Dan aku tak akan mampu lebih lama membiarkan tanganmu kesakitan, kugenggam erat tanganmu agar kau lebih kuat menerima kesakitan itu, biarkan kesakitan itu kita jalani bersama....
lalu jika kau bertanya, mengapa aku memberikan bunga mawar yang masih kuncup kepadamu? karena aku tak mampu membelinya? bukan, bukan itu jawabanku. tapi karena aku ingin menikmati mekarnya mawar ini menjadi lebih indah saat bersama dengan mu....

lalu jika kau bertanya, mengapa aku memberikan mawar merah bukan mawar putih? jawabanku adalah sebuah pertanyaan untukmu, mengapa lambang hati selalu berwarna merah bukan berwarna putih? jawabanmu adalah jawabanku....


*****

Senin, 24 Maret 2014

oohh, no!



“Ronald Pramudya Putra, seorang model ternama yang mengawali kariernya melalui cover boy suatu majalah remaja kini sudah merambat ke dalam dunia model yang berjalan di atas catwalk  dan kini sudah terbiasa untuk memamerkan rancangan dari para desainer ternama. Wajah yang luar biasa tampan menjadi suatu alasan yang lazim mengapa  para wanita berlomba-lomba mendapatkan perhatiannya. tapi siapakah kekasih Ronald Pramudya sesungguhnya?”




Segera kulemparkan majalah yang tadinya berada dalam tanganku. Berniat merubah mood yang buruk dengan membaca majalah malah membuatku tambah buruk. Apa yang sebenarnya para wartawan itu inginkan? mengapa mereka selalu ingin tahu kehidupan pribadiku? Terserah siapa pun kekasihku nanti seharusnya mereka tidak pernah ikut campur.  kusandarkan kepala ku pada kursi lalu kupejamkan mata untuk menenangkan diri.
Tiba-tiba dalam pikiranku terpampanglah wajah dia yang menarik perhatianku beberapa hari ini, kulit yang putih bersih, wajah yang menarik, hidung yang mancung, tatapan mata yang indah, dan bibir itu selalu dihiasi dengan senyuman, ahh, bibirnya, ingin sekali aku mencium bibir itu . . .
“Ronald, bangun. Ayo pemotretannya akan segera dimulai .” mimpiku yang indah tentangnya langsung hilang digantikan oleh suara manajerku Rima dengan suara cemprengnya.
Kadang aku merasa kesal kepada Rima yang sering menggangguku dengan suara cemprengnya, tapi dibalik itu Rima selalu memperhatikan aku dari mulai aku bangun tidur sampai tidur lagi, mengurus semua makananku yang hidup sehat, apalagi mengurus semua jadwalku yang segunung yang pastinya itulah pekerjaannya, tapi di luar pekerjaan itu, Rima adalah orang yang nyaman diajak berbicara tentang  apapun, dialah tempat untuk mencurahkan hatiku selama ini, tetap sabar dengan apapun yang aku keluhkan, dan masih setia menjadi manajerku meskipun aku sering mengomel padanya. Melihat aku yang masih saja terduduk di kursi santai Rima kembali berbicara dengan cempreng.
“Ronald ayo cepat, kamu belum ganti baju!.”
“Yes, okay. Bisakah kamu berhenti bicara dengan suara cempreng seperti itu?” tanyaku sambil berjalan melewatinya menuju tempat ganti baju tanpa menunggu jawabannya karena aku yakin Rima tidak akan mampu memenuhinya.
Sampai sore kuhabiskan waktu dengan pemotretan di taman kota. Meskipun aku ingin segera pemotretan ini cepat berakhir karena model baru yang bernama Gladys Alicia itu  selalu mendekatiku dengan kecentilan, namun aku harus memenuhi kontrak yang sudah kutandatangani jika tidak ingin dituntut ke pengadilan.

*****
Di sinilah aku, duduk dibalik kemudi sebuah mobil yang sengaja aku parkir di bawah sebuah pohon rindang di depan sebuah mini Market tempatnya bekerja. Ya, dia orang yang kutaksir itu bekerja di mini Market menjadi salah satu kasir di sana. Menurut peninjauan ku beberapa Minggu terakhir ini seharusnya jam kerjanya akan dimulai 10 menit lagi namun hari ini dia tumben belum datang dengan motor maticnya.  Mungkin aku harus menunggu sebentar lagi.
Benar saja tak lama dia datang, namun kali ini tidak bersama dengan motor matic merah yang biasa ia pakai. Kali ini ia diantar oleh laki-laki yang cukup matang dalam umurnya, tapi kalau maslah tampang, jelas aku pemenangnya jika dibandingkan, aku sungguh cemburu melihatnya, namun tak lama setelah turun dari motor itu dan mengembalikan helm yang telah ia pakai ia memberikan uang kepada laki-laki itu. ahh... aku baru sadar, laki-laki itu adalah tukang ojeg, tak sepantasnya aku cemburu. Cinta telah menutup mataku menjadi penuh cemburu.
Setelah tiga puluh menit yakin bahwa dia sudah mulai bertugas dengan menjadi kasir di mini Market itu aku pun masuk berpura-pura membeli sesuatu. Seperti biasa setiap kali aku ke mini Market ini aku pasti berkeliling dengan lama padahal tujuanku adalah curi-curi pandang dengan dia, memperhatikan dari jauh wajah itu, dan suaranya yang selalu ramah, kadang beberapa kali mata kami bertemu, dan dia selalu langsung tersenyum padaku yang tentu akan aku balas senyuman itu, kalau bisa aku ingin sekali memasukan senyuman itu ke dalam video agar aku masih bisa melihat senyumannya walaupun aku sedang berada di luar kota dengan kesibukanku.
“Ada yang lain lagi mas?” tanyanya dengan suara merdu di telingaku ketika aku berada di depannya yang kini sedang bertugas melayaniku sebagai kasir.
“Tidak ada, cukup.” Itulah jawabanku setiap kali ditanya seperti itu. lidahku seakan kelu ketika berada di hadapannya, padahal dari jauh-jauh hari aku ingin sekali berbicara banyak dengannya, berkenalan secara langsung saling menyebutkan nama, namun sampai kini aku hanya mengetahui namanya sebatas dari kartu pengenal yang selalu tergantung pada baju seragamnya.
“Terimakasih sudah belanja di mini Market kami” ucapnya sambil memberikan uang kembalian beserta struk belanja.
Aku hanya menjawab dengan senyuman, tentu senyuman mautku yang selalu ku pancarkan agar ia juga tertarik padaku. Mungkin aku harus meminta bantuan Rima untuk bisa berkenalan dengannya, Rima selalu memiliki cara penyelesaian untuk setiap masalah-masalahku. Segera ku hubungi Rima sesaat setelah aku keluar dari pintu mini Market itu.
“Rim, aku butuh bantuanmu, ada yang ingin aku bicarakan.” Ucapku cepat seperti biasa tanpa bertele-tele setelah mendengar bahwa dia sudah mengangkat teleponnya.
“Iya, aku juga, ada yang ingin aku bicarakan padamu” ucap Rima lembut, tidak cempreng seperti biasanya.
“Okay, kita bertemu di cafe Daun Pelangi 30 menit lagi.” segera kututup telepon tanpa menunggu jawaban darinya, karena aku yakin jawabannya pasti “okay”.

*****

Rima ternyata sudah sampai lebih dulu di cafe itu, ia duduk di pojok dalam ruangan, tak seperti biasanya Rima yang cempreng dan suka berteriak-teriak aneh ketika melihatku dari jauh kini dia hanya tersenyum manis kepadaku, dan lihat pakaian yang ia gunakan, tak biasanya ia menggunakan dress berwarna pink pucat seperti ini. Biasanya dia menggunakan kemeja longgar dibalut dengan jaket yang pernah kubelikan sebagai hadiah ulang tahunnya tahun lalu.
“Hey sorry, tadi terkena macet, ada yang kecelakaan dijalan” ucapku santai seperti biasanya.
“Iya, tidak apa-apa” lihat, tidak biasanya dia bertingkah lembut seperti ini. Tapi aku tidak mempermasalahkan itu, toh dia akan menjadi perempuan yang lebih baik dengan bertingkah seperti itu.
“Ada yang ingin aku bicarakan, dan aku butuh bantuanmu” segera kuutarakan maksudku menemuinya cepat.
“Iya, aku juga ada yang mau aku bicarakan.” Ucap Rima seperti ragu-ragu.
“Sepertinya apa yang kamu akan ucapkan lebih penting, sampai membuatmu berubah seperti ini, kamu katakanlah lebih dulu.”
Bukannya langsung mengatakannya Rima malah meremas-remas ujung bajunya, terlihat sekali dia ragu-ragu.
“Katakanlah Rima.” Ucapku sambil mencoba menyentuh tangannya agar berhenti meremas ujung bajunya.
“Aku suka sama kamu, aku cinta sama kamu, aku mencoba untuk tidak mencintaimu karena aku tahu kamu terlalu tampan untuk aku, tapi aku tidak bisa menahan perasaan itu, aku ingin kamu jadi kekasih aku, apakah.... apakah kamu mau jadi pacarku?” ucapnya cepat dengan mata seperti ingin menangis. Aku hanya melongo mendengar semua ucapannya. Tak pernah menyangka sedikit pun ia akan memiliki perasaan itu ke padaku, karena aku hanya menganggapnya sebagai sahabat bahkan saudara, tidak lebih dari itu.
“Rima, maafkan aku.” aku mulai berbicara sambil ku mencoba menggenggam tangannya.  
“Rima, jujur terima kasih kamu selalu memperlakukan ku dengan baik, memberikan perhatianmu sepenuhnya kepadaku, telah mencintaiku, aku juga mencintaimu tapi hanya sebatas sebagai sahabat dan sebagai saudara, tidak lebih dari itu, aku sudah memiliki orang yang aku sukai, aku cintai sepenuh hatiku, untuk itulah tujuanku menemuimu karena aku membutuhkanmu untuk membantuku agar aku bisa berkenalan dengannya, maafkan aku Rima.” Ucapku masih terus menggenggam tangannya.
Setelah Rima menerima semua permintaan maafku karena tidak bisa menerima dia menjadi pacarku, rima bertingkah seperti semula yang dulu ku kenal, suara cemprengnya kembali menghiasi setiap perkataannya. Aku menceritakan segalanya tentang orang yang aku taksir, tentang di mana ia bekerja, dan bagaimana wajah orang yang kutaksir itu terutama senyuman manisnya tentu saja ku ceritakan juga. Dan Rima tentu saja siap membantuku. Kita janji akan bertemu besok di tempat yang sudah kami janjikan untuk mengantarku berkenalan secara resmi untuk bertemu dengan orang yang ku taksir sang kasir mini Market.

*****

Sinar matahari yang terik tidak menyurutkanku untuk menjalankan rencana agar aku bisa berkenalan dengannya. Rima sudah berada di sampingku yang duduk dibalik kemudi. Sekarang aku yang malah merasa sangat nervous. Berdasarkan pemantauanku, aku sudah tahu bahwa dia sudah mulai bertugas menjadi kasir semenjak satu jam yang lalu. Beberapa kali Rima mengajak aku agar segera turun untuk menemuinya, tak seperti hari-hari sebelumnya ketika aku menemuinya sendiri, namun hari ini aku sangat gugup.
Dan setelah tanganku ditarik-tarik seperti anak kambing oleh Rima, di sinilah aku berada, di depan pintu mini Market bersama Rima yang celingukan mencari seseorang yang sudah aku ceritakan. Kami berdua akhirnya masuk berpura-pura mencari sesuatu di dalam mini Market.
“Ronald, mana orang yang kamu taksir itu?” tanya Rima dibalik rak tinggi yang penuh bermacam-macam mie instan.
“Itu yang berdiri di sana, di meja kasir” jawabku sambil berbisik di samping Rima.
“Aku tidak melihatnya, mana orang yang bernama Fitri itu yang membuat kamu bertingkah seperti ini?” ucap Rima tak kalah berbisik.
“Itu orang yang berdiri sendiri di sana.” Tunjukku kepada Fitri yang memang sedang berdiri sendiri sambil sesekali tersenyum kepada pelanggan.
“Ronald, jadi orang itu yang bernama Fitri? Jadi orang itu yang kamu cintai selama ini?” tanya Rima yang kali ini bertampang serius dan kaget.
“Iya, dia orangnya.” Jawabku pendek sambil ku anggukan kepalaku.
“Bukankah namanya Fitri?” Rima masih bertanya heran.
“Iya, namanya Fitri, tepatnya namanya Fitriyanto.” Ucapku sambil menunduk.
“Ronald, are you GAY....???” teriak Rima sambil mulutnya masih terbuka dengan wajah masih melongo penuh kekagetan. Dan yang kubisa lakukan hanya menunduk menanggapi teriakannya.

***end***

Cerita ini hanya karangan semata, jika ada kesamaan tokoh, nama dan tempat kejadian, mungkin itu hanya perasaan mas atau mbak nya saja ...;)



Sabtu, 22 Maret 2014

Cerpen (Judulnya Bingung)


 “Tolong buka pintunya Zema....aku minta maaf” Alfred masih berteriak di depan pintu kayu yang tertutup.
Sementara di bagian dalam ruangan itu Wira masih tercenung kaget melihat Zema yang tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kamar kosannya sambil menangis. Wira merupakan sahabat Zema semenjak kecil  jadi dia tahu betul alasan mengapa Zema menangis.
“Dengan perempuan mana lagi dia berselingkuh Zema?” Wira mencoba bertanya kepada Zema sambil tangannya terus mengusap-ngusap kepala Zema yang masih menutupi wajahnya dengan bantal.
“Bicaralah Zema, masalah tidak akan selesai dengan kamu tetap diam seperti ini” Wira mencoba menasihati Zema, dalam hatinya ingin sekali ia menghajar siapapun yang berani mencoba menyakiti sahabatnya ini.
Zema masih menangis tanpa menghiraukan perkataan Wira dan teriakan-teriakan dari luar. Masih perih rasa hatinya, masih terbayang oleh matanya ketika melihat Alfred sedang duduk bermesraan di bangku taman kampus dengan seorang gadis belia yang bahkan masih menggunakan seragam sekolah putih abu-abunya.
“Suruh dia pergi,  Aku tidak ingin melihat wajah busuknya lagi !” akhirnya Wira mendengar suara Zema meskipun masih terdengar kesakitan dalam nada suaranya. Bagi Wira dengan hanya mendengar suara Zema pun itu sudah cukup baginya untuk menyimpulkan bahwa Zema akan baik-baik saja bersamanya. Sekarang yang tinggal Wira urus adalah cecunguk tengik yang masih terus menggedor-gedor pintu kosannya.

****

 “Zema tolong aku minta maaf! Beri aku kesempatan untuk menjelaskannya, ini semua salah paham” kini teriakan Alfred yang masih berdiri di luar pintu itu sudah dibarengi dengan gedoran keras.
Sesaat Alfred terdiam ketika ia mendengar suara gerendel pintu yang akan dibuka, ia sangat berharap sekali Zema mau mendengarkan penjelasannya kali ini, di pasang muka  memelas seperti biasa agar Zema semakin percaya kepadanya. Orang yang berada dalam kamar itu pun keluar, Alfred langsung mendekat untuk menggenggam tangan kekasihnya itu. Namun, ketika ia mendongakkan kepalanya bukan wajah cantik jelita miliki kekasihnya itu yang ia lihat, tetapi wajah seorang laki-laki yang dikenal sebagai sahabat kekasihnya itulah yang keluar dengan menampakkan rahang yang mengeras dan kobaran dari mata yang penuh amarah.
Ditepisnya lengan Alfred yang mencoba menyentuh pintu untuk membukanya oleh Wira. Ingin sekali Wira menonjok muka bajingan di depannya ini, namun ia harus mengendalikan dirinya agar tidak menimbulkan keributan.
“Pergilah, Zema tidak ingin bertemu denganmu.” Ucap Wira mencoba menahan amarahnya sedatar mungkin
“Aku harus berbicara dengan Zema, Wir. Tolong bantu aku, kamu adalah sahabat terbaik Zema” Alfred mencoba memelas kepada Wira, namun Wira tak pernah menghiraukannya sedikitpun.
“Pergilah, sebelum aku lepas kendali untuk menghabisimu sekarang juga” jawab Wira sambil menggertakan giginya.
Dilihatnya Alfred yang mencoba untuk memelas lagi, namun dengan tatapan tajam dari Wira, Alfred pun pergi tanpa bicara. Wira kembali masuk ke kamarnya untuk menemui Zema. Dilihatnya Zema yang kini sudah lebih tenang setelah meminum teh hangat yang dibuatkan oleh Wira sesaat sebelum Wira memasuki kamarnya.

*****

“Sekarang, apakah sudah mau bercerita?” tanya Wira perlahan kepada Zema, yang dibalas hanya dengan anggukan kepala Zema. Mengalirlah cerita yang dialami Zema tadi sore mengenai apa yang dilihatnya.
“Sudah kubilang Zema, buaya busuk itu sudah seharusnya kau tinggalkan semenjak dua tahun yang lalu.”
“Tapi dulu aku mencintainya, Wira!” jawab Zema dengan mulai mengeluarkan air matanya lagi.
“Walaupun sudah diselingkuhi beberapa kali? Berapa banyak hati yang kau miliki sebenarnya?” Wira mulai geram menasihati Zema, ia berbicara sambil berjalan bolak-balik dalam kamarnya, sementara Zema masih duduk memeluk bantal pisang yang dulu pernah Zema berikan kepada Wira sebagai hadiah ulang tahunnya dua tahun yang lalu.
“Ya, aku tahu kemarin-kemarin aku memang bodoh karena terus mempercayainya, tapi aku janji sekarang ini adalah yang terakhir, aku tidak akan pernah termakan oleh omongan Alfred lagi.”
“Sudah sepuluh kali aku mendengar kalimat yang sama itu dari mulutmu.” Wira mencemooh perkataan Zema. Zema hanya terdiam mendengar perkataan Wira yang memang itulah kebenarannya.
“Ya, aku janji ini untuk terakhir kalinya kau mendengar kalimat itu” Zema berbicara seakan memohon kepada Wira, entahlah sebenarnya Zema pun tak mengerti mengapa ia harus memohon.
“kita lihat saja nanti” jawab Wira seperti biasanya.
Malam itupun berakhir setelah Wira mengantar Zema pulang kerumahnya.

*****

Matahari tepat sembilan puluh derajat di atas tanah yang dipijak oleh Wira. Peluh dan keringat membasahi tubuhnya yang sedang berjalan menuju kantin kampus. Di sanalah ia akan menemui Zema yang sedari tadi menunggunya, entah kabar apa yang membuat Zema terdengar bahagia ketika meneleponnya tadi. Dari jauh Zema sudah melambai-lambaikan tangannya ke arah Wira agar Wira mendekat ke tempat duduk yang telah Zema pesan.
“Wira, disini!” teriak Zema kepadanya
“Duduk Wir, aku sedang bahagia sekarang, jadi aku sudah memesankan es kelapa muda kesukaanmu” Zema kembali berbicara dengan nada riang seperti biasa yang Wira kenal, sedangkan Wira hanya menjawab dengan mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum, kemudian duduk dan meminum es kelapa muda yang memang pas untuk Wira yang sedang kepanasan dan kehausan.
“Wira, aku udah balikan lagi sama Alfred tadi pagi.” Wajah Zema yang berseri-seri langsung terkena semburan dari es kelapa yang sedari tadi diminum oleh Wira.
“apa?” tanya wira sambil mengerutkan keningnya mendalam tanpa menghiraukan Zema yang mengomel karena wajahnya bercucuran air kelapa muda.
“Ya, ternyata kita salah paham Wira, aku juga salah karena tidak mendengar penjelasannya terlebih dahulu, ternyata gadis SMA itu adalah sepupu Alfred, bahkan nanti aku mau dikenalkan dengan semua keluarga Alfred agar aku kenal dengan mereka juga, katanya itu bukti bahwa dia serius sama aku” Zema berbicara dengan nada ceria yang menggebu-gebu.
“Hemmmh” hanya itu jawaban Wira sambil mengaduk-ngaduk es kelapanya dengan tambah tidak bersemangat.
“Ko Cuma hemmh doang sih jawabannya? Ga bakal ngasih selamat?” tanya Zema manja
“Aku tidak pernah percaya dengan omongan buaya busuk itu” jawab Wira dengan serius
“Tapi kamu percaya sama aku kan? karena aku percaya sama Alfred.” timpal Zema sambil tersenyum manis kepada Wira. Kalau sudah senyuman mautnya itu yang Zema keluarkan kepada Wira, Wira tidak akan mampu lagi menghancurkan kebahagiaan  Zema dengan segala opininya kali ini. Dan pembicaraan mereka pun mengalir lagi dengan normal.
“Wir, kamu tau Lusi kan sahabat aku di kampus?” tanya Zema tiba-tiba
“Iya, kenapa? Jangan bilang kamu mau menjodohkan aku dengan dia?” jawab Zema yang sudah mulai mengerti jalan pikiran sahabat yang sudah dikenalnya sejak kecil ini.
“Lusi baik Wira, dia cantik, manis, setia kawan, pintar lagi, apalagi yang kurang coba?” Zema mempromosikan sahabatnya itu kepada Wira yang sudah lama menyendiri tanpa pasangan.
“Ini nih, di sini rasanya kosong” jawab Wira sambil menepuk-nepuk dada sebelah kirinya.
Zema melihat Wira seperti sedih, mungkin Zema pikir Wira teringat lagi mantan pacarnya yaitu Dina yang meninggal karena penyakit leukemia yang tidak tertolong sehingga meninggal dunia di usia mudanya.
“Jalan-jalan yu... aku pengen mentraktir kamu nonton, katanya ada film bagus” sengaja Zema mengajak Wira jalan-jalan untuk menghiburnya agar tidak sedih lagi.
“okay” jawab Wira pendek sambil kemudian menghabiskan minumannya.

*****

Seperti tujuan utama mereka, Wira dan Zema menonton film yang Wira pilihkan, meskipun awalnya Zema tidak mau diajak menonton film Action tapi mengingat tujuan Zema membawa Wira kemari adalah untuk menghibur Wira akhirnya Zema menurut ketika di bawa masuk ke dalam gedung bioskop itu, pada akhirnya Zema hanya duduk, menutup mata dan telinga walaupun filmnya baru akan mulai, hal itu membuat Wira menertawakannya dengan keras sampai wajah Zema memerah menahan malu.
“Sampai kapan kamu akan menertawakan aku Wira?” tanya Zema sambil cemberut kearah wira yang masih saja menahan perutnya sambil tertawa tanpa menjawab pertanyaan dari Zema.
“Berhenti Wira, aku sudah cukup malu” Zema menyuruh wira lagu untuk diam hingga kali ini Wira berhenti untuk menertawakannya.
“Iya, sorry, sorry, haha.” Jawab Wira sambil menggandeng tangan Zema.
“Makan yu, tapi kamu yang traktir.” Pinta Zema kepada Wira sambil mengeluarkan senyuman maut milik Zema.
“Iya, ayo, di sana aja” jawab Wira sambil menunjuk ke food court yang berada didepannya. Wira memang selalu mengabulkan permintaan apapun yang Zema inginkan.
Sesaat mereka duduk sambil memilih-milih makanan yang akan mereka makan, sambil menunggu makanan tiba seperti biasa mereka mengobrol tak tentu arah, entah bagaimana selalu ada saja yang bisa mereka bicarakan entah itu isu masalah politik bahkan mengenai gosip para artis. Obrolan mereka hanya sesekali terganggu oleh para waitress yang membawakan pesanan mereka. Kini segelas jus strowbery berada di depan Wira, sedangkan segelas jus alpukat dan nasi goreng telah berada di depan Zema, Wira masih celingukan menunggu pesanan makanannya datang, hingga matanya tertuju pada satu titik, di mana ada seorang laki-laki berbaju merah yang sedang merangkul pasangannya.
“kenapa Wira?” tanya Zema mengganggu konsentrasinya
“Lihat arah jam dua” jawab Wira ke Zema yang langsung ditanggapi Zema dengan segera berdiri setelah melihat objek yang di tunjukan oleh Wira.
“Ayo, aku ingin memberikan pelajaran” dibawanya segelas jus alpukat yang baru sedikit diminumnya mendekati kepala laki-laki berbaju merah itu, Wira mengikuti Zema untuk melindunginya.

*****

“Sayang tau ga, Cuma kamu yang bisa membuat hati aku sebahagia ini” Alfred berbisik ketelinga seorang perempuan di sampingnya yaitu bernama Lusi yang tangannya ia genggam.
“Ohya?” tanya Lusi dengan berbinar.
“Tentu, dari semua mantan-mantan pacar aku, Cuma kamu yang paling lucu, manis dan cantik” Lusi semakin berbunga-bunga menerima pujian dari Alfred. Mereka berdua bertindak seperti pasangan –pasangan kasmaran pada umumnya. Saling menumpahkan pujian dari satu ke yang lainnya.
“Kamu juga manis Alfred” puji Lusi kepada Alfred sambil kepalanya ia sandarkan ke dada Alfred.
“Nih, biar kamu tambah manis” tiba-tiba seorang telah berani mengguyur muka Alfred dengan Jus Alfukat yang membuat Alfred berbalik geram.
“Hey siapa  kamu?” tanyanya tanpa memandang orang yang berdiri di depannya sambil sibuk membersihkan wajah dan baju merahnya yang kini menjadi kotor. Ketika Alfred mendongakkan wajahnya dan menatap dua orang yang sekarang ada di depannya itu ia terkaget, ternyata berdiri di sana seorang wanita yang cantik dan sangat dikenalnya bersama laki-laki tampan di sampingnya siap menghajar wajah Alfred.

*****

Hari kini sudah senja, namun Zema masih tidak ingin berpindah dari tempat duduknya di taman ini. Setelah memergoki Alfred sedang menyelingkuhinya lagi, yang bahkan sekarang selingkuhan Alfred adalah Lusi sahabat dekat Zema sendiri. Sekarang Zema berpikir mengenai pernyataan Alfred terakhir kali mengenai gadis SMA yang terakhir kali diselingkuhinya adalah sepupunya merupakan kebohongan juga. Seharusnya Zema percaya akan perkataan Wira sedari awal. Wira masih setia duduk di samping Zema yang sedari tadi hanya terdiam memandang danau.
“Terimakasih Wira” Ucap Zema tiba-tiba, Wira hanya menjawab dengan senyuman.
“kamu tidak menangis?” Tanya Wira kepada Zema dengan hati-hati.
Wira merasa heran melihat Zema yang tidak mengeluarkan air matanya. Biasanya ia menangis lama di kamar Wira selama beberapa jam, namun kali ini Wira tak melihat setitik pun air mata di pipi Zema.
“Untuk apa?” jawab Zema. Wira kembali terdiam kembali mendengar pertanyaan Zema.
“Terimakasih Wira untuk mau berakting pura-pura mencintaiku tadi” ucap Zema sambil menghadap kearah Wira. Sesaat Wira terdiam memikirkan sesuatu. Sesuatu yang sejak dulu mengganjal di hati Wira, entah sejak kapan Wira pun tak tahu tepatnya kapan. Dia harus mengeluarkan segala ganjalan hatinya sekarang, entah momennya tepat atau tidak, Wira berpikir keluarkan sekarang atau tidak sama sekali.
“Aku tidak pernah pura-pura mencintaimu Zema”  jawab Wira serius.
“Ya, aku tahu itu, kamu selalu mencintaiku sebagai sahabatku sedari dulu” jawab Zema sambil tersenyum manis kearah Wira.
“Tidak Zema, bukan cinta sebagai sahabat yang berada di sini, tapi cinta yang ada di sini jauh lebih dari sahabat” ucap Wira sambil menepuk dada sebelah kirinya.
“Aku mencintaimu Zema, entahlah sejak kapan, mungkin semenjak kau pertama kali menangis di kamar kos ku karena diselingkuhi.” Tambah Wira bersungguh-sungguh. Tak ada humor dalam setiap katanya.
Zema yang mendadak mendapat pernyataan seperti itu dari Wira tidak bisa mengatakan apa-apa, mungkin kaget, itu yang bisa digambarkannya. Mulut Zema seakan mendadak membisu. Matanya masih melongo menatap mata Wira yang menatap balik lebih tajam ke dalam mata Zema.

***end***

*mungkin ada yang mau memberi masukan kira-kira judulnya seperti apa???

Kamis, 20 Maret 2014

Love Nana part 1



Matahari sudah tenggelam di upuk barat, warung-warung kaki lima sudah membuka lapaknya, peluh dari pejalan kaki dengan wajah lesu berbondong-bondong dijalan merindukan  sebuah tempat yang nyaman di peraduannya. Disini aku, duduk dibalik kemudi menyaksikan semuanya, merasakan kelelahan yang sama dengan mereka, menuju tempat peraduan terindah dalam hidupku, dimana seorang wanita akan menyambutku di depan pintu dengan senyuman, senyuman yang bagiku begitu indah penghilang segala kelelahan tanpa aku harus meminum suplemen penguat tubuh.
Gerbang rumah terbuat dari besi yang bercat hitam kini sudah di depan mata, kubuat untuknya agar ia tetap aman di dalamnya, di sanalah ia tinggal, wanitaku...
Setelah ku parkir mobilku di garasi aku langsung memasuki rumah sambil sesekali bersenandung tak jelas, yang secara tidak langsung menjelaskan kepadanya aku sudah dirumah.
“dek, mas udah pulang” ucapku ketika memasuki pintu langsung ke dalam ruang tv yang terhubung dari garasi.
Biasanya ia sedang asyik di dapur menyiapkan makanan, namun hari ini kulihat ia sedang tertidur di sofa di depan ruang tv, sofa berwarna putih yang cukup besar seakan mampu  menenggelamkan tubuh mungil dari wanitaku, di sanalah ia tertidur, kudekati perlahan agar tak menimbulkan suara yang akan membangunkannya, kulihat lebih dekat, wajah yang polos dan kecantikan yang natural yang membuatku selalu merindukan rumah, namun setelah kulihat lebih dekat kini aku melihat seakan ada bekas air mata yang mengalir yang kini telah mengering di pipinya, hidung mancungnya masih berwarna merah, dan kulihat ada kantung mata di sekitar mata indahnya. Aku terduduk di samping sofa putih itu, aku yakin ia habis menangis, tapi mengapa ia menangis? Itu yang aku tak tak tau. Aku baru tersadar ternyata aku menduduki sebuah buku, buku ini seperti catatan harian anak remaja, berwarna pink dan terdapat gambar bunga yang terbentuk dari gabungan gambar yang berbentuk hati berwarna merah tua, aku tersenyum melihatnya, ternyata ia masih saja menulis buku harian seperti anak remaja meskipun kini sudah menjadi istriku.
Kulirik tidurnya yang nyenyak, tenang dengan nafas yang teratur.
Didorong oleh keingintahuan mengapa ia menangis akhirnya aku memberanikan diri untuk membuka buku diary itu.
“maaf ya dek, mas buka buku diary nya” gumamku kepada istriku yang sedang tertidur sambil mencoba membuka bukunya
“hemmhh” terdengar jawaban dari belakang kepalaku yang membuat aku terdiam. Mungkin istriku sudah bangun, lalu apa yang akan aku berikan sebagai alasannya? Segera aku tutup kembali bukunya dan ku letakkan di sampingku. Terasa ada pergerakan di belakangku yang membuat hatiku was-was, apakah ia akan marah karena aku membuka diarynya tanpa ijin?
Kuberanikan diri untuk menengok ke belakang, apapun yang terjadi aku tidak ingin ada pertengkaran. Kutarik nafas dalam-dalam dan ku balikan tubuhku untuk menghadap ke arahnya. Dan ketika aku memberanikan membuka mata yang sejak tadi kututup ternyata kini aku melihat istriku masih tertidur dan semakin lelap, hanya posisinya yang berubah, dari tertidur dengan badan telentang dengan sebelah tangan menutupi kepalanya dan kini ia meringkuk seperti bayi dalam kandungan dengan tangan yang  ia posisikan di antara kedua kakinya.
Piuhhhh, kekhawatiranku seperti menghilang seperti asap dan masih meninggalkan rasa penasaran yang semakin menjadi. Kutetapkan hati, akhirnya kubuka buku itu dengan keyakinan penuh. kulihat di halaman pertama, di sana tertulis namanya Keina Adheva dengan tulisan miring bersambung indah dan di pojok kanan bawah ada tulisan lagi “Love nana” yang juga dipenuhi dengan gambar hati kecil-kecil dengan tinta warna-warni. Ahh...istriku masih sangat muda. Nana, begitulah ia dipanggil dalam keluarga dan teman-temannya, kadang akupun memanggilnya seperti itu, tapi aku lebih sering memanggilnya adek, entahlah, tak ada alasan yang spesial untuk itu.
Kubuka lembar berikutnya, disana tertulis beratus-ratus kata yang terukir indah, kuliat di bagian atas halaman itu tertulis tanggal yang sepertinya tanggal ia menulis di bukunya. Di halaman ini tertulis tanggal 28 januari 2013 dan ada judul di sampingnya yang bertuliskan “dilamar”, aku ingat tanggal ini, tanggal dimana sehari setelah aku melamar dengan kedua orang tuaku kerumahnya ditanggal 27 januari 2013, kulanjutkan dengan membacanya.

28 januari 2013 “dilamar”
Hai, selamat datang buku baru, hari ini seperti lembaran baru juga bagiku, kebetulan sekali yah, pas yang buku kemarin abis dan kini aku ganti yang baru lembaran hidupku pun baru, semoga kita berteman dekat yahh, mungkin tidak sering aku menulisnya tapi akan aku usahakan untuk sering menulis. tau ga akhirnya aku kemarin dilamar lho sama mas Tara, kamu tau kan mas Tara yang mana? aku kan udah aku tulis dibuku yang kemarin? aku harus ceritai lagi? Aku ulang sedikit deh ya...Mas Tara itu laki-laki yang dijodohkan oleh ayah, katanya ayahnya mas Tara itu temen kuliah ayah dulu, setelah kami berdua sepakat untuk menerimanya dan kedua orang tua juga sangat menginginkan itu akhirnya kemarin mas Tara melamar aku, kemarin mas Tara cakep banget. Warna bajunya ga nyangka bisa sama dengan aku, sama-sama warna biru, itu artinya jodohkan? Amiin, semoga kita jodoh deh ya, aku si berharap nanti aku sama mas Tara bisa menjadi keluarga yang bahagia selamanya, bisa punya anak banyak, cucu banyak jadi nanti punya keluarga besar, Heze, nghayalnya kejauhan yah?? Tapi ga apa-apakan menghayal? Kan ini lagi curhat ceritanya. Terus aku seneng banget deh setelah aku dipasangi cincin tunangan kemarin itu aku difoto sama mas Tara berdua, aku sih belum lihat hasilnya gimana soalnya fotonya ada di kamera mas Tara, jadi dibawa pulang deh sama mas Tara, mungkin nanti kalo aku ketemu mas tara lagi aku bakal dikasi lihat hasilnya, pasti bagus, dan aku pamer-pamerin ke semua teman-temanku di kantor. Cerita apa lagi ya??nghayal lagi yu! Nanti kalau aku udah beneran resmi jadi istrinya mas Tara aku janji bakal jadi istri yang baik, aku bakal berusaha jadi sempurna untuk mas Tara, pokoknya aku ga bakal ngebiarin mas Tara ngelirik wanita lain, terus kalo ada wanita yang berani ngelirik mas Tara nanti aku jambak rambutnya sampai rontok, pokoknya aku bakal melindungi hati mas Tara Cuma buat aku aja. Diary udah malam nih, aku tidur dulu yah, nanti aku cerita lagi, dah...

Aku tersenyum melihat tulisan istriku, jadi teringat saat acara lamaran itu lima bulan yang lalu, sebenarnya warna baju yang sama itu bukan kebetulan tapi memang aku yang ngirim baju itu untuknya yang dititipkan kepada ibunya seminggu sebelum lamaran supaya warna baju kita sama. Aku mencoba membuka halaman selanjutnya untuk membacanya, disana tertulis tanggal  31 januari 2013 dengan judul perpisahan, tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggilku dan...
“mas, lagi apa?” suara serak khas bangun tidur terdengar jelas dari belakang kepalaku, aku mematung. Seperti anak kecil yang sedang tertangkap basah sedang mencuri makanan dalam stoples.
o....owww......


Bersambung . . . ;*