Minggu, 27 April 2014

Sepenggal Kisah di Wisma Hegar.




Delapan bulan aku menempati tempat yang dinamakan Wisma Hegar ini oleh pemiliknya. Banyak cerita yang tidak mudah di lupakan begitu saja. Malu, lucu, kesel, semua ada di sini. Tak terasa besok lusa aku akan meninggalkan tempat ini, berpindah menduduki tempat tinggal yang baru.
Kosan ini terdiri dari sembilan kamar dan dua kamar mandi. Kebetulan kamarku tempatnya berpisah sendiri dengan bangunan kosan yang lainnya jadi aku paling jauh jika aku akan ke kamar mandi. Mahasiswa yang ngekos di sini rata-rata laki-laki dan hanya ada tiga orang perempuan termasuk aku salah satunya. Karena sebelumnya kosanku yang dulu hanya di huni oleh perempuan, jadi aku merasa sedikit risih jika harus pergi ke kamar mandi, apalagi posisinya harus melewati kamar-kamar laki-laki. 
Masih ku ingat sore itu sehabis hujan. Jalanan yang menurun menjadi licin, tapi mau tak mau jika aku ke kamar mandi aku harus melewatinya. Saat itu aku berencana akan mencuci piring beserta peralatan makan lainnya. Asyik berjalan karena merasa sandal yang digunakan masih keset jadi tidak mungkin tergelincir. Terus menengok kiri kanan takutnya ada banyak laki-laki yang sedang berada di bawah, tanpa melihat jalan, dan tiba-tiba.....
aaaaaaahhhh....Braaakkk.....Gumbrang.....
aku terpeleset dan semua peralatan makanku jatuh tapi untungnya tidak pecah mungkin karena sandal yang di gunakan rada keset jadi jatuhnya perlahan-lahan. Tapi tetap saja bagian belakang tubuhku sakit. Karena aku menjerit kencang yang kuyakini akan terdengar oleh seluruh penghuni, yang pertama aku lakukan adalah tengok kanan-kiri dan kulihat tak ada yang keluar, ahh syukurlah tak ada yang melihat, tapi tiba-tiba ada suara yang memanggil.
“teh kenapa?” ku dengar suara laki-laki yang bertanya saat aku mulai duduk sambil membereskan piring dan gelas yang jatuh.
“kepeleset.” jawabku sambil tengok kanan-kiri mencari sumber suara. Tapi tak ada orang yang keluar dari pintu.  Aku lihat hanya pintu kamar yang di bawah sedikit terbuka dan tadi terlihat ada yang berdiri di sana, ah mungkin dia yang bertanya, pikirku. Mungkin karena melihat aku tidak apa-apa jadinya orangnya masuk ke kamar lagi, masih dalam pikirku. Pintu itu tertutup lagi.
“teh ga apa-apa?” lho ko masih ada suara yang nanya? Aku sedikit bingung, kulihat pintu itu masih juga tertutup, dari mana asal suaranya, tengok kanan kiri tak ada orang, dan tiba-tiba aku melihat ke atas, dan di sana beberapa pria berdiri memperhatikanku sambil sedikit ada yang tertawa. Sumpah ingin sekali ku buat lubang saat itu juga. Maluuuu....
“ga apa-apa.” segera ku jawab dan langsung kabur ke kamar mandi. Pinginnya sih ga keluar lagi.
Setelah selesai mencuci piring aku langsung masuk kamar mengunci pintu, tak kuat menahan malu. Tapi aku mendengar beberapa pria sedang meledekku.
“aawww kepeleset.” Suara pria 1 ketika ia akan pergi ke kamar mandi. Jujur aku tidak melihat secara langsung hanya mendengar dan memperkirakan tingkah laku mereka.
“aduh kepeleset.” Ketika pria 2 memarkirkan motornya. Dan
“aww kepeleset.” Pria 3 ketika berjalan melewati kamarku. Terdengar jelas mereka meledekku karena suara mereka di buat semirip perempuan. Bicara ala banci.  Aku hanya menutup telinga tak tahan lagi, ga tau setelah itu pria mana lagi yang meledek “aww kepelest”.
Ahh kisah di atas adalah sepenggal kisah tentang malu. Suka nya gimana?
Setiapa malam minggu meskipun aku jomblo dan jadinya tidak pernah keluar, tapi kosan ini seakan jadi kafe dadakan dan kadang ada hiburannya juga. Lho ko??
gini, biasanya setiap malam Minggu itu pria-pria menyebalkan itu suka nyanyi-nyanyi, setiap Minggu lagu yang dinyanyikan itu memiliki tema yang berbeda. Aku harus akui bahwa suara mereka bagus, dan cukup enak untuk di dengar. Kadang tema-nya tentang cinta. Lagu-lagu yang dinyanyikan lagu-lagu romantis terbaru. Dan yang buat lucu mereka hobby sekali menyanyikan lagu Fatin yang judulnya memilih setia, dan lagu Maudi ayunda yang perahu kertas. Bisa kalian bayangkan seberapa lucunya itu. mungkin kalau yang nyanyinya perempuan akan jadi biasa, tapi ini yang nyanyinya para pria yang memiliki suara ngebas harus menyanyikan lagu selembut itu. bisa anda bayangkan??? Aku aja kalau membayangkan masih suka ngakak... entahlah yang jelas mereka sering kali menyanyikan lagu-lagu cewek, titi Dj, Rossa, dan cristina perry, adel,dll. Entahlah yang jelas sepertinya isi playlist nya lagu-lagu perempuan yang melow galaw semua. Aku pikir bagus sih dari pada penyanyi yang suka kumur-kumur ga jelas. Oh iya kadang mereka juga suka nyanyi ebieth G ade semalaman suntuk, dangdut juga kadang-kadang, naif juga sering. Ahh yang jelas selalu menghibur dan membuat para penghuni kosan lainnya juga kadang tertawa, ya untungnya suara mereka bagus. Dua jempol untuk suaranya.
Keselnya gimana???
Awal-awal aku ngekos disini setiap hari sandalku ada yang ngumpetin, dan ternyata yang ngumpetin adalah anak-nya tetep laundry. Anak perempuannya cantik paling masih kelas dua SD, tapi sungguh kelakuannya pengen nampol.
Ah ya, terus ada lagi nih....
Keselnya setiap pagi selalu ada cewek yang teriak-teriak dengan keras manggil salah satu penghuni kos dari pintu gerbang, kebetulan kamarku deket pintu gerbang banget.
“iiibbeeeemmmmm......ibbeeeemmmmm!”  dan suaranya woww cempreng, pengganggu.
Menurut saya sih meningan samperin aja ke kamarnya dan ketok pintunya langsung ga usah pake teriak-teriak segala, ngeganggu banget. Toh cewek itu udah tau kamarnya yang mana dan pintu gerbang kita tidak di kunci juga.
Ada kisah yang bagus juga dari persahabatan pria-pria ini yang boleh kita tiru. Mereka bersahabat kompak banget. Contohnya saat salah satu temannya wisuda. Bayangkan seorang wisudawan baru bangun jam setengah tujuh pagi, apa jadinya tuh??? Heboohh pastiii... yaiyalah masa wisudawan telat...udah sekitar jam tujuh tapi masih heboh terdengarnya.
“sepatu mana???” teriak wisudawan.
“nihh...” balas temannya
“kaus kaki...”
“dasiii....”
“topi mana topi?.” Masih heboh yang pasti yang di maksud topi toga yah... dan temannya selalu melayani perintah-perintah heboh wisudawan ini. Ah hebat benar persahabatan mereka.
“udah semua rapi, sana berangkat, semoga sukses.” Ucap teman-temannya bareng-bareng.
“yoo... jalan yah.” Keluarlah wisudawan itu dengan rapi. Ehh tiba-tiba balik lagi....
“apa lagi?” tanya temannya gemas, mungkin beserta lucu juga.
“kalungnya ketinggalan...” maksud kalung adalah medali wisudanya, dan temannya langsung mengambil cepat.
Aah iya, ada satu kisah lucu lagi tepatnya terjadi tadi malam, serius aku yang tadinya udah keleyep-keleyep mau tidur langsung ngakak dengarnya.
Begini, kamar aku posisinya di atas jadi sinyal telepon penuh, dan pria-pria itu kamarnya di bawah jadi tidak ada sinyal, kalau lagi telepon-teleponan mereka pada naik mencari sinyal, ya salah satunya di depan kamar aku. tiba-tiba ada suara orang grasak-grusuk gitu di telepon.
“Bunda...” panggil pria itu dengan mesra. Awalnya jujur aku berpikir mungkin memang sedang menelepon orang tuanya. Kan katanya kalau laki-laki lebih manja kepada ibunya, jadi aku masih diam saja menyimak sambil mata kleyep-kleyep. Sejujurnya bukan sengaja mendengarkan tapi terdengar. Eh tiba-tiba dia ngomong lagi.
“Bunn.... bunn maaf ya tadi ayah lagi.....” aku langsung ngakak dengernya ga sempet denger terusannya ngomong apa karena aku tau ternyata dia memanggil bunda sama pacarnya, ahh ababil pria ini ternyata pake ayah bunda walau udah umur pada tua juga.
“bunda...bunda...bunda....jangan marah, maafin ayah ya!!!.” Kayaknya lagi berantem nihh... aku masih saja ketawa-ketawa sambil di tutup bantal dalam kamar.
“bunda, bunda, bunda bunda....” panggil pria itu sambil berjalan menjauhi kamarku, mungkin karena mendengar aku yang menertawakannya.
Sampai terakhir kali aku tinggal di wisma hegar aku tidak pernah tau nama mereka.  Itulah cerita-serita yang tak pernah  bisa kulupakan selama ngekos disini...

Minggu, 20 April 2014

Love Muffin . . .



Tanaman merambat berwarna hijau tumbuh segar pada sebagian dinding samping cafe itu. bunyi suara air yang mengalir ikut memberikan sumbangsi efek ketenangan di dalamnya. Aroma khas toko kue menjadi wewangian yang tak akan pernah bosan di hirup oleh orang-orang yang tidak sengaja melewati kafe apalagi untuk para pelanggannya, aromanya seperti afrodisiak memabukkan.
“Mas, biasa ya!” ucap Farah melambaikan tangan seperti biasa memesan satu buah muffin dengan satu gelas Coffee late.
Farah selalu datang setiap hari ke cafe ini pada jam 11 lewat 5 menit, kecuali pada hari senin dia akan datang pada jam dua siang. Farah adalah seorang wanita yang kira-kira berusia pertengahan dua puluhan. Dia selalu duduk di pojok kafe menghadapi laptopnya berjam-jam dengan di temani bergelas-gelas Coffee, ketika menghadapi laptopnya kadang ia hanya berekspresi seperti hanya diam merenung, kadang sangat serius seperti berpikir keras memikirkan kemacetan di kota ini, atau bahkan ia sangat ceria diselingi senyuman yang manis semanis muffin.
“Wah, mas pegawai baru ya?” Farah menyapa waitress yang sedang meletakkan pesanan di mejanya. Farah memang gadis yang ramah, pada siapapun ia akan mudah akrab, apalagi pada pegawai cafe yang sudah dua tahun ia kunjungi setiap hari. Waitress nya hanya tersenyum saja menanggapi.
“Lho mas, ko pake acara dikasih bunga mawar juga sih?” tanya Farah yang merasa aneh tiba-tiba mendapatkan bunga mawar di samping gelas Coffee nya padahal ia tidak memesannya.
“Saya hanya di beri titipan saja mba sama seorang laki-laki yang tadi menghampiri saya.” Jelas waitress itu dengan tampang wajah jujur.
“Oh iya terima kasih.”
Walaupun Farah masih bingung terhadap siapa laki-laki yang tiba-tiba memberinya bunga mawar ini tapi Farah tetap mengambilnya karena Farah memang menyukai bunga, bunga apapun itu. 


*****

Sudah seminggu ini Farah selalu mendapatkan setangkai mawar di samping Coffee latenya. Walau bagaimanapun rasa penasaran itu hinggap dalam diri Farah. Farah mencoba menebak-nebak siapa kira-kira yang memberikan mawar itu kepadanya, namun tak satu pun nama muncul dalam otaknya. Farah benci merasakan rasa penasaran seperti ini. Ia akan menyelidiki siapa sebenarnya yang memberikan bunga mawar itu kepadanya. Bagaimana caranya? Itu urusan nanti pikir Farah.
Secara kebetulan Farah melirik sekeliling kursi-kursi dalam kafe itu dan dilihatnya seorang pria dengan setelan jas mahalnya duduk di sudut kafe itu seperti gelisah menanti sebuah keputusan. Farah sedikit mengingat bahwa semenjak seminggu yang lalu pria itu pun selalu ada, dan dia selalu duduk di sudut kafe itu.
“Mungkinkah pengagum rahasia itu adalah lelaki itu? tapi apa mungkin?” tanya Farah kepada dirinya sendiri. Farah menatap pria itu untuk memperkirakan kemungkinan yang ada. Tiba-tiba pria itu menengok menatap ke mata Farah langsung. Dan karena Farah merasa kaget bahwa tatapan mengintipnya ketahuan ia pun segera tersenyum ramah kepada pria itu yang di balas dengan senyuman yang manis juga. Jadi mungkinkah itu dia?

*****

Seperti hari biasanya Farah datang bersama jinjingan laptopnya dan duduk di meja kemudian memesan pesanannya. Dan selama seminggu ini yang selalu melayaninya adalah waitress baru itu.
“Silahkan dinikmati mbak.”ucapnya sopan setelah meletakkan mawar di mejaku.
“Mas siapa namanya? Sudah seminggu bertemu ko saya belum tahu nama mas.” Tanya Farah ramah sambil menyodorkan tangannya untuk berkenalan. Farah memang selalu berkenalan dengan semua waitress  yang baru di kafe ini.
“Nama saya...emh...” ucap waitress itu gerogi, kemudian terhenti karena pertanyaan Farah lagi
“Mas ko gerogi gitu? Masa nama sendiri lupa?”
“Nama saya Haris mbak.” Jawabnya kini lebih tegas.
Setelah mereka berdua berkenalan mereka melanjutkan kesibukannya masing-masing. Farah yang kembali berkutat dengan laptopnya dan Haris yang kembali masuk ke dapur kafe itu.
Sudah satu jam tak terasa Farah duduk di kafe itu berkonsentrasi pada laptopnya. Diliriknya jam dinding yang berada di tengah cafe itu yang sudah menunjukkan jam 12. Tak sengaja matanya melirik ke kursi yang di pojok ruangan itu, dan di sana duduk seorang pria yang semenjak seminggu yang lalu juga duduk di sana. Di tatapnya pria itu oleh Farah kemudian pria itu pun menatap Farah dan tersenyum seperti kemarin. Farah merasa ia harus menyelidiki apakah pria ini atau bukan yang selalu mengirim bunga padanya. Farah pun memberanikan diri berdiri dan berjalan mendekati meja pria itu. sesampainya di depan meja pria bersetelan mahal itu Farah pun tersenyum ramah pada pria itu dan kemudian menyodorkan tangannya.
“Hai, saya Farah, saya selalu duduk di meja itu setiap hari.” Ucap Farah sambil menunjuk meja yang selalu ia duduki.
“Hai, saya Niko.” Jawab pria itu tegas sambil menyodorkan tangannya untuk menjabat tangan Farah.
Kemudian Niko pun mempersilakan Farah duduk di hadapannya.
“Saya lihat juga kamu selalu duduk di sana setiap hari semenjak saya selalu datang ke kafe ini dan saya lihat kamu selalu duduk menekuni laptopmu, apa yang kamu kerjakan?” Niko memulai pembicaraan dengan bertanya kepada Farah terlebih dahulu.
“Aku seorang penulis. Kafe ini bagus sekali untuk datangnya sumber inspirasi bagi saya. Kalau kamu?” Farah bertanya balik kepada pria itu.
“Hmmhh....” Niko itu hanya tersenyum sambil meminum jus yang berada di depannya. Kemudian melanjutkan perkataannya.
“Saya sedang menunggu seorang wanita untuk mengatakan semua kejujuran saya kepadanya. Dan saya harus menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya.” Jawabannya tegas penuh makna bagi Farah sang penulis ini.

*****

Hari sudah malam. Bulan bersinar terang seterang senyum yang dikulum oleh pria yang kini sedang duduk di singgasana rumahnya yang megah. Bertangkai-tangkai mawar menghiasi setiap sudut rumahnya. Awalnya ia tidak menyukai mawar, atau lebih lepatnya ia tidak begitu menyukai bunga karena ia bukanlah seorang pria yang diciptakan untuk bersikap romantis. Tapi semenjak ia mengetahui bahwa wanita yang dicintainya merupakan pengagum bunga, maka hidupnya kini berubah menjadi ikut menyukai bunga.
“Akhirnya perjuanganku selama ini berbuahkan hasil juga.” Ucap pria itu dengan bangga kepada dirinya sendiri.
“Hari ini akhirnya aku berkenalan dengannya, bukan aku yang mengajaknya berkenalan terlebih dahulu, tapi Farah sendiri yang lebih dulu menyodorkan lengan halusnya untuk berkenalan denganku.” Ucapnya masih terus membanggakan dirinya sambil menggenggam gelas yang berisi minuman berwarna merah itu di tangannya.
“Aku mulai mencintai bunga karena mu, aku mencintai muffin itu  karena mu. dan terpenting aku menjadi lebih mencintai hidupku, dan itu semua karena mu.”
“Aku akan mengatakan semua kejujuranku kepada mu Farah. Bahwa akulah pengagum rahasiamu selama ini.” Ucap laki-laki itu penuh janji.

*****

Matahari belum muncul di ufuk timur, tapi Farah sudah siap dengan pakaian lengkap bepergiannya dan tak lupa tas jinjingnya yang berisi laptop telah tersampir di pundaknya. Setelah berpikir bermalam-malam Farah harus menyelesaikan rasa penasarannya untuk menemukan titik temu. Dalam kepalanya Farah sudah menemukan perkiraan orang yang dicurigai yang menjadi pengagum rahasianya selama ini.
Semenjak pagi buta Farah keluar dari rumah, memantau kegiatan orang yang Farah pikir cukup memenuhi kecurigaannya selama ini. selama seharian penuh Farah terus mengikuti orang yang dicurigainya itu untuk lebih meyakinkan dirinya. Kini sudah menjelang malam dan Farah baru pulang. Benar saja, penyelidikannya tidak sia-sia. Kecurigaannya mengerucut kesatu orang.

*****

Seperti hari-hari biasanya Farah datang ke kafe itu jam 11 lewat 5 menit. Namun hari ini ada tujuan yang berbeda dari hari-hari biasanya. Farah ingin memastikan kecurigaannya selama ini dan menanyakannya langsung kepada pria ini. Farah yakin bahwa hari ini, pria itu akan berada di kafe seperti seminggu Minggu belakangan ini.
Farah duduk di kursi favoritnya. Dilihatnya ke sekeliling dan di lihatnya Niko sudah duduk menghadapi secangkir kopi dan sebuah muffin di mejanya.  Farah memberikan senyuman kepada Niko dengan ramah dan Niko pun tersenyum ramah sambil menaikkan gelas kopinya.
Tak berapa lama waitress yang selalu melayaninya akhir-akhir ini datang membawakan pesanannya. Farah masih terus berpikir tentang cara untuk mengungkapkan siapa pengagum rahasianya selama ini. Farah yakin ia harus mengungkap rasa penasarannya sekarang, namun Farah masih belum memiliki rencana bagaimana cara membongkar kedok pengagum rahasianya ini agar menakjubkan.
Dan ide itu pun tiba-tiba muncul, Farah harus bergerak sekarang...

*****

“Mas bolehkah saya pinjam ponselnya?” tanya Farah setelah waitress itu meletakkan Coffee latenya di samping kue muffin dan tak lupa waitress itu meletakkan bunga mawarnya dengan hati-hati.
“ Saya lupa menyimpan ponsel saya di mana, jadi mau mencoba sedikit menghubunginya mungkin bisa membantu menemukannya, soalnya saya butuh ponsel saya sekarang.” Jelas Farah kepada waitress yang mengaku bernama Haris itu karena waitress itu masih saja diam tertegun melongo.
“Oh iya silahkan mbak.” Jawab waitress itu sambil menyodorkan ponsel canggihnya pada Farah.
Kemudian Farah memijit nomor ponselnya sendiri pada ponsel waitress itu. tak lama terdengar bunyi lagu favorit Farah dari dalam tasnya, yang artinya ponsel Farah ada di sana, setelah ponsel Farah ditemukan di dalam tas nya, Farah mengembalikan ponsel waitress tadi.
“Terima kasih ya.” ucap Farah sopan
“Sama-sama mbak.” Jawab waitress itu tak kalah sopan dengan Farah. Dan kemudian ia membalikkan badannya setelah yakin Farah tidak memesan pesanan yang lainnya.
Baru saja dua langkah waitress itu melangkah dari meja Farah terdengar bunyi ponsel waitress itu dalam kantongnya. Dilihatnya dari nomor tak dikenal, kemudian diangkatnya telepon itu.
“Hallo?” terdengar suara perempuan dari telepon seberangnya.
“Hallo, ini siapa?” Jawab waitress itu dengan tegas. Namun sekejap ia terdiam seperti mengenali suara yang berada dalam telepon itu.
“Terima kasih untuk setiap mawar yang selalu kau antarkan langsung ke mejaku setiap hari Mr. Pradipta 
Sekejap waitress itu membalikkan badannya dan bertemu dengan tatapan mata Farah yang sedang tersenyum dan sama dengannya sedang memegang ponsel juga di telinganya.
“Bukankah benar kau adalah Mr. Pradipta sang pemilik cafe ini alias Haris sang waitress yang sangat sopan itu?” Farah masih berbicara kepada ponselnya meskipun kini mereka sudah saling bertatapan. Melihat orang yang berada di depannya ini terkaget dan tiba-tiba tersenyum Farah berpikir bahwa perkiraannya tidak meleset. Ya, sang pengagum rahasia itu adalah Mr. Heikal Pradipta sang pemilik cafe yang setiap hari  Farah singgahi, yang akhir-akhir ini selalu menyamar menjadi waitress yang bernama Haris.

*** end***

Cerita ini hanya karangan semata, jika ada kesamaan tokoh, nama dan tempat. mungkin itu hanya perasaan mas atau mbaknya saja.

Sabtu, 19 April 2014

My Lovely Gerald



“Aku sangat merindukanmu sayang.” ucapku pada Gerald yang memelukku.
Kita sudah hidup bersama semenjak tiga tahun yang lalu, semenjak aku putus dengan pacarku karena dia selingkuh di depan mataku sendiri. Semenjak itu aku dengan Gerald tak bisa dipisahkan. Meskipun orang tuaku awalnya tidak setuju ketika membawa Gerald pulang ke rumahku apalagi ketika kami memutuskan untuk hidup bersama dalam satu kamar tidur. Ibuku langsung memarahiku, tapi aku tetap pada pendirianku.
Seiring berjalannya waktu, mungkin melihat tingkah laku Gerald yang baik dan sopan kepadaku maupun kepada keluargaku yang lainnya, ibuku akhirnya setuju Gerald tinggal bersamaku. Ibuku hanya selalu memberikan nasihatnya untuk selalu berhati-hati pada Gerald.
“Tania, hati-hati, ibu merasa Gerald tidak baik untukmu.”
Selalu seperti itu nasihat ibuku. Tapi aku hanya menanggapinya dengan anggukkan kepala sambil menaikkan kedua alisku ke atas dan ngeloyor pergi menghindari ibuku untuk ceramah lebih panjang lagi. Aku sudah merasa tak dapat di pisahkan dengan Gerald. Aku benar-benar mencintainya, setiap malam kita tidur bersama dalam satu ranjang besar dalam kamarku, dan tentu satu selimut juga, dan tak lupa ciuman beserta pelukan dari Gerald yang selalu akan mengantarku ke alam mimpi.
Seperti itulah kehidupanku selama ini. Setiap aku pulang ke rumah Gerald selalu menyambutku dengan senyuman di depan pintu, dan tentu setelah itu kami berpelukan lama sekali. Meskipun aku hanya terpisahkan dengan Gerald selama 10 jam setiap harinya karena aku harus bekerja di kantor tapi setiap kali aku pulang kerja kami selalu berpelukan melepas rindu seperti tak bertemu dengannya selama satu tahun. Aku sangat mencintai Gerald, dan aku yakin Gerald pun mencintaiku.

*****

Seperti inilah hubungan yang tidak di setujui oleh orang tuaku. Meskipun ibuku sudah membiarkan Gerald tinggal bersamaku tapi ibuku masih saja membawa teman-teman arisannya ke rumah untuk menggoda Gerald dan berharap Gerald mau meninggalkan aku. Tapi tentu saja Gerald tak pernah berpaling dari ku. Meskipun perempuan-perempuan itu menjanjikan segala hal padanya tapi Gerald masih setia dalam pelukanku.
“Tania, Gerald nya buat tante saja ya, manis banget sih.” Ucap tante itu sambil mendekati Gerald yang sedang duduk di sampingku di ruang tv.
“Ngga boleh tante, Gerald hanya milik Tania seorang.” Aku membela diriku sendiri sambil mengusap-ngusap kepala Gerald dengan lembut.
“Ayo Gerald mau ya tinggal sama tante, nanti tante buatkan rumah yang besar untuk Gerald.” Rayu tante Sita Sambil mengusap-ngusap tangan Gerald.
‘dasar tante girang’pikirku.
Mendengar rayuan itu Gerald hanya melihat tajam mataku seperti memikirkan sesuatu.
 “Oh tidak Gerald! Apa kamu mau meninggalkanku hanya karena rayuan rumah besar?” ucapku terkesiap. Melihat aku yang sedikit panik tante Sita dan ibuku hanya tersenyum karena strategi untuk memisahkan aku dan Gerald sebentar lagi akan tercapai, pikirnya.
Namun, setelah menatap tajam mataku itu Gerald malah menggelungkan kepalanya ke leherku, dan menciumku di sana, dan aku pun kembali mendekapnya dan menciumnya dengan penuh cinta. Ohh Gerald ku memang setia. Melihat itu tante Sita dan ibuku tersenyum masam dan meninggalkanku kembali ke arisannya.

*****

Aku sakit. Sudah dua hari ini aku tidak bekerja terbaring lemas di kamarku. Ibuku terus menyalahkan Gerald atas sakitku ini.
“Tania, Gerald itu membawa penyakit ke tubuhmu ini. Gara-gara Gerald kamu jadi di hinggapi penyakit seperti ini.” Ibuku terus mengomel sambil terus menyuapiku. Aku tidak bisa memberikan alasanku untuk membela Gerald karena mungkin itu benar adanya. Tapi aku tidak bisa hidup jauh darinya.
Gerald tidak di izinkan menemuiku selama aku sakit. Gerald dilarang masuk ke dalam rumah oleh ibuku. Selama dua malam ini ia tidur di luar rumah, kadang kita hanya saling menatap lewat jendela yang berada di kamarku yang kebetulan bisa langsung melihat ke luar rumah.
“Oh...Gerald aku merindukanmu!” teriakku dari dalam rumah berharap Gerald bisa mendengarnya. Namun Gerald tetap berada di luar rumah dan membiarkan aku sendiri tanpa ada yang menemani.
Ini sudah hari ke tujuh semenjak aku dipisahkan dengan Gerald. Dan aku sudah kembali sehat. Aku masih memohon pada ibuku agar Gerald dibiarkan masuk ke rumah lagi.
“Bu, biarkan Gerald masuk yah, Tania janji Tania ngga akan tidur bareng sama Gerald, ngga akan peluk Gerald dan ngga akan cium Gerald lagi. Tania janji bu.” Aku memohon sambil terisak tangis. Karena sangat sulit memenuhi janji itu, aku ingin setiap saat memeluk dan mencium Gerald dan aku berjanji tidak akan melakukannya lagi, itu adalah suatu janji yang sangat berat sekali bagiku. Tapi ini demi aku bisa bertemu Gerald secara langsung lagi tanpa terhalang jendela kamarku.
Sepertinya melihat aku yang memohon dengan bersungguh-sungguh hingga menangis ibuku akhirnya mengizinkan Gerald masuk ke dalam rumah lagi.
“Ingat Tania, Tidak memeluk dan tidak mencium.” Ucap ibuku sambil membawa Gerald masuk ke dalam rumah.
“Iya bu.” Jawabku bersemangat sambil mencium pipi ibuku dengan penuh cinta.

*****

Janji tinggal janji. Kini aku kembali memeluk dan mencium Gerald seperti dulu lagi. Aku tidak peduli dengan janji yang dulu aku buat kepada ibuku. ‘Toh aku tidak tanda tangan di atas materai’, pikirku, tak akan ada yang menuntut dan membawaku ke pengadilan karena tidak menepati janjiku. Ibuku kini tidak lagi memarahiku, mungkin karena dia sudah bosan. Percuma karena sesering apapun ibuku memarahiku aku tidak pernah mendengarkannya.
“Mungkin banyak sekali yang menentang cinta kita, tapi saat inilah cinta kita sedang di uji. Cinta memang butuh perjuangan sayang.” ucapku sambil memeluk Gerald kemudian Gerald pun menciumku.

*****

Ini adalah hari yang cerah dan kebetulan aku sedang libur dari pekerjaanku. Aku mengajak Gerald berjalan-jalan di taman. Ini adalah tempat aku dan Gerald pertama kali kita bertemu. Berlari bersama, makan dalam satu wadah yang sama, ah betapa romantisnya. Tingkah laku kita tak berbeda dengan pasangan-pasangan yang sedang berpacaran  di sekeliling kita. Hari ini begitu membahagiakan bagiku.
Entah mengapa hari ini aku merasa takut sekali berpisah dengan Gerald. Pikiran-pikiran buruk selalu berseliweran dalam kepalaku. Imajinasiku berjalan terlalu jauh, dan aku membenci itu. Gerald juga seperti merasakan apa yang aku rasakan. Sejak pagi tadi Gerald tidak pernah berjalan berada jauh dari ku. Seperti ada suatu firasat bahwa akan ada sesuatu yang benar-benar memisahkan kita. Tapi aku tidak ingin memikirkannya terlalu dalam. Mungkin ini hanya karena badanku yang belum begitu sehat lagi semenjak aku sakit dulu. Dan aku ingin menghabiskan hari ini hanya bersama Gerald. Apapun yang terjadi nanti, itu akan kupikirkan nanti. Aku hanya akan menikmati hari yang indah ini bersama Gerald yang sangat aku cintai.
Hari sudah senja, matahari hampir tenggelam di ufuk barat. Tiba-tiba aku merasa benar-benar tidak enak badan. Aku merasa penyakit ku kambuh lagi, dan tiba-tiba kesadaranku hilang. Aku pingsan di taman.

*****

 “Gara-gara Gerald penyakit mu jadi sering kambuh Tania, Gerald membawa dampak buruk untukmu!” ibuku berdiri di depan pintu kamarku sambil menatapku yang masih terkulai lemas di ranjang kamar tidurku. Penyakit yang diturunkan oleh almarhum ayahku ini semakin sering kambuh, aku akui itu tak lain atas kehidupanku dengan Gerald selama ini.
Mendengar namanya disebut-sebut Gerald yang tadinya berada di luar rumahku tiba-tiba memasuki kamarku dan langsung mendekatiku tanpa menghiraukan ibuku yang sedang memarahinya. Gerald memang benar-benar pengertian. Dia selalu ada di saat aku dalam keadaan bahagia maupun sedih. Kini ia malah ikut berbaring di sisiku sambil terus menciumiku.
“Pokoknya ibu tidak setuju kamu bersama Gerald lagi!” ucap ibuku dengan suara keras.
“Bu...aku tidak bisa hidup tanpa nya.”ucapku memelas.
Aku terus mendekap Gerald dalam pelukanku tak ingin terpisahkan, dekapan  Gerald pada tubuhku pun semakin erat, kami sama-sama tidak ingin terpisahkan. mendengar ibuku yang berteriak keras padanya Gerald hanya terdiam dalam pelukanku.
“Sini masukan Gerald ke dalam tempat ini.” Ibuku membawa box berwarna putih yang terdapat dua bolong di atasnya untuk keluar masuknya udara.
“Bu... jangan bawa Gerald!” pintaku memohon untuk terakhir kalinya
“Tidak bisa Tania, penyakit asma mu tidak akan pernah sembuh jika kau terus hidup bersama Gerald. Nanti tante Nindi akan mengadopsi Gerald untuk menjaganya dan menangkap tikus-tikus di rumahnya.” Jelas ibuku sambil membawa box yang berisi Gerald itu dan dimasukkannya ke dalam jok belakang mobilnya.
Oohh kucingku Gerald yang malang....
Dan aku menangis tersedu-sedu di teras rumah menyaksikan Gerald pergi meninggalkanku sendiri...

***end***

Cerita ini hanya karangan semata, jika ada kesamaan tokoh, nama dan tempat. mungkin itu hanya perasaan mas atau mbaknya saja.

Rabu, 02 April 2014

hanya ketika...




Aku suka hujan hanya ketika aku berada di dalam ruangan
Aku membenci hujan hanya ketika aku berada di luar ruangan

Aku suka panas matahari yang terik hanya ketika aku sedang menjemur pakaian
Aku membenci matahari yang terik hanya ketika aku sedang berjalan-jalan di luar

Aku suka musim hujan hanya ketika aku sedang kepanasan
Aku membenci musim hujan hanya ketika aku sedang kedinginan

Aku suka musim kemarau hanya ketika aku sedang kedinginan
Aku membenci musim kemarau hanya ketika aku sedang kepanasan

Aku suka keramaian hanya ketika aku kesepian
Aku membenci keramaian hanya ketika aku terlalu ramai

Aku suka kamu hanya ketika kamu cantik
Aku membenci kamu hanya ketika kamu jelek.

Itulah yang kau pikirkan selama ini, kenapa tak pernah kau katakan:
Aku menyukaimu kapan pun itu, bukan hanya ketika . . .