ANATA KARA KURUSHIMI O UBAETA SONO TOKI
WATASHI NIMO IKITEYUKU YUUKI GA WAITE KURU
ANATA TO DEAU MADE WA KODOKU NA SASURAI-BITO
SONO TE NO NUKUMORI O KANJI SASETE
AI WA ITSUMO RARABAI
TABI NI TSUKARETA TOKI
TADA KOKORO NO TOMO TO
WATASHI O YONDE
SHINJIAU KOTO SAE DOKOKA NI WASURETE
HITO WA NAZE SUGITA HI NO SHIAWASE OIKAKERU
SHIZUKA NI MABUTA TOJITE KOKORO NO DOA O HIRAKI
WATASHI O TSUKANDARA NAMIDA FUITE
AI WA ITSUMO RARABAI
ANATA GA YOWAI TOKI
TADA KOKORO NO TOMO TO
WATASHI O YONDE
AI WA ITSUMO RARABAI
TABI NI TSUKARETA TOKI
TADA KOKORO NO TOMO TO
WATASHI O YONDE
Aku bukanlah Plato atau pun Aristoteles, tapi aku berharap suatu saat nanti apa yang ku tulis dapat seterkenal nama mereka. . .
Sabtu, 06 September 2014
Sabtu, 03 Mei 2014
Dewasa menurutku...
Menurutku dewasa itu adalah
·
Tenang dalam menghadapi masalah
·
Ikhlas ketika harus kehilangan
·
Tidak marah ketika di hujat
·
Tidak ketergantungan oleh orang lain
·
Berpikir jangka panjang
·
Berpikir dari sudut pandang yang berbeda
·
Mencoba mengayomi yang lebih muda
·
Mudah bersosialisasi
·
Ramah pada siapapun
·
Toleransi lebih tinggi
·
Tidak egois
Minggu, 27 April 2014
Sepenggal Kisah di Wisma Hegar.
Delapan bulan
aku menempati tempat yang dinamakan Wisma Hegar ini oleh pemiliknya. Banyak
cerita yang tidak mudah di lupakan begitu saja. Malu, lucu, kesel, semua ada di
sini. Tak terasa besok lusa aku akan meninggalkan tempat ini, berpindah
menduduki tempat tinggal yang baru.
Kosan ini
terdiri dari sembilan kamar dan dua kamar mandi. Kebetulan kamarku tempatnya
berpisah sendiri dengan bangunan kosan yang lainnya jadi aku paling jauh jika
aku akan ke kamar mandi. Mahasiswa yang ngekos di sini rata-rata laki-laki dan
hanya ada tiga orang perempuan termasuk aku salah satunya. Karena sebelumnya
kosanku yang dulu hanya di huni oleh perempuan, jadi aku merasa sedikit risih
jika harus pergi ke kamar mandi, apalagi posisinya harus melewati kamar-kamar
laki-laki.
Masih ku ingat
sore itu sehabis hujan. Jalanan yang menurun menjadi licin, tapi mau tak mau
jika aku ke kamar mandi aku harus melewatinya. Saat itu aku berencana akan
mencuci piring beserta peralatan makan lainnya. Asyik berjalan karena merasa
sandal yang digunakan masih keset jadi tidak mungkin tergelincir. Terus
menengok kiri kanan takutnya ada banyak laki-laki yang sedang berada di bawah,
tanpa melihat jalan, dan tiba-tiba.....
aaaaaaahhhh....Braaakkk.....Gumbrang.....
aku terpeleset
dan semua peralatan makanku jatuh tapi untungnya tidak pecah mungkin karena
sandal yang di gunakan rada keset jadi jatuhnya perlahan-lahan. Tapi tetap saja
bagian belakang tubuhku sakit. Karena aku menjerit kencang yang kuyakini akan
terdengar oleh seluruh penghuni, yang pertama aku lakukan adalah tengok
kanan-kiri dan kulihat tak ada yang keluar, ahh syukurlah tak ada yang melihat,
tapi tiba-tiba ada suara yang memanggil.
“teh kenapa?”
ku dengar suara laki-laki yang bertanya saat aku mulai duduk sambil membereskan
piring dan gelas yang jatuh.
“kepeleset.”
jawabku sambil tengok kanan-kiri mencari sumber suara. Tapi tak ada orang yang
keluar dari pintu. Aku lihat hanya pintu
kamar yang di bawah sedikit terbuka dan tadi terlihat ada yang berdiri di sana,
ah mungkin dia yang bertanya, pikirku. Mungkin karena melihat aku tidak apa-apa
jadinya orangnya masuk ke kamar lagi, masih dalam pikirku. Pintu itu tertutup
lagi.
“teh ga
apa-apa?” lho ko masih ada suara yang nanya? Aku sedikit bingung, kulihat pintu
itu masih juga tertutup, dari mana asal suaranya, tengok kanan kiri tak ada orang,
dan tiba-tiba aku melihat ke atas, dan di sana beberapa pria berdiri
memperhatikanku sambil sedikit ada yang tertawa. Sumpah ingin sekali ku buat
lubang saat itu juga. Maluuuu....
“ga apa-apa.”
segera ku jawab dan langsung kabur ke kamar mandi. Pinginnya sih ga keluar
lagi.
Setelah
selesai mencuci piring aku langsung masuk kamar mengunci pintu, tak kuat
menahan malu. Tapi aku mendengar beberapa pria sedang meledekku.
“aawww kepeleset.” Suara pria 1 ketika ia akan pergi ke kamar mandi. Jujur aku tidak melihat secara langsung hanya mendengar dan memperkirakan tingkah laku mereka.
“aawww kepeleset.” Suara pria 1 ketika ia akan pergi ke kamar mandi. Jujur aku tidak melihat secara langsung hanya mendengar dan memperkirakan tingkah laku mereka.
“aduh
kepeleset.” Ketika pria 2 memarkirkan motornya. Dan
“aww
kepeleset.” Pria 3 ketika berjalan melewati kamarku. Terdengar jelas mereka
meledekku karena suara mereka di buat semirip perempuan. Bicara ala banci. Aku hanya menutup telinga tak tahan lagi, ga tau
setelah itu pria mana lagi yang meledek “aww kepelest”.
Ahh kisah di
atas adalah sepenggal kisah tentang malu. Suka nya gimana?
Setiapa malam
minggu meskipun aku jomblo dan jadinya tidak pernah keluar, tapi kosan ini
seakan jadi kafe dadakan dan kadang ada hiburannya juga. Lho ko??
gini, biasanya setiap malam Minggu itu pria-pria menyebalkan itu suka nyanyi-nyanyi, setiap Minggu lagu yang dinyanyikan itu memiliki tema yang berbeda. Aku harus akui bahwa suara mereka bagus, dan cukup enak untuk di dengar. Kadang tema-nya tentang cinta. Lagu-lagu yang dinyanyikan lagu-lagu romantis terbaru. Dan yang buat lucu mereka hobby sekali menyanyikan lagu Fatin yang judulnya memilih setia, dan lagu Maudi ayunda yang perahu kertas. Bisa kalian bayangkan seberapa lucunya itu. mungkin kalau yang nyanyinya perempuan akan jadi biasa, tapi ini yang nyanyinya para pria yang memiliki suara ngebas harus menyanyikan lagu selembut itu. bisa anda bayangkan??? Aku aja kalau membayangkan masih suka ngakak... entahlah yang jelas mereka sering kali menyanyikan lagu-lagu cewek, titi Dj, Rossa, dan cristina perry, adel,dll. Entahlah yang jelas sepertinya isi playlist nya lagu-lagu perempuan yang melow galaw semua. Aku pikir bagus sih dari pada penyanyi yang suka kumur-kumur ga jelas. Oh iya kadang mereka juga suka nyanyi ebieth G ade semalaman suntuk, dangdut juga kadang-kadang, naif juga sering. Ahh yang jelas selalu menghibur dan membuat para penghuni kosan lainnya juga kadang tertawa, ya untungnya suara mereka bagus. Dua jempol untuk suaranya.
gini, biasanya setiap malam Minggu itu pria-pria menyebalkan itu suka nyanyi-nyanyi, setiap Minggu lagu yang dinyanyikan itu memiliki tema yang berbeda. Aku harus akui bahwa suara mereka bagus, dan cukup enak untuk di dengar. Kadang tema-nya tentang cinta. Lagu-lagu yang dinyanyikan lagu-lagu romantis terbaru. Dan yang buat lucu mereka hobby sekali menyanyikan lagu Fatin yang judulnya memilih setia, dan lagu Maudi ayunda yang perahu kertas. Bisa kalian bayangkan seberapa lucunya itu. mungkin kalau yang nyanyinya perempuan akan jadi biasa, tapi ini yang nyanyinya para pria yang memiliki suara ngebas harus menyanyikan lagu selembut itu. bisa anda bayangkan??? Aku aja kalau membayangkan masih suka ngakak... entahlah yang jelas mereka sering kali menyanyikan lagu-lagu cewek, titi Dj, Rossa, dan cristina perry, adel,dll. Entahlah yang jelas sepertinya isi playlist nya lagu-lagu perempuan yang melow galaw semua. Aku pikir bagus sih dari pada penyanyi yang suka kumur-kumur ga jelas. Oh iya kadang mereka juga suka nyanyi ebieth G ade semalaman suntuk, dangdut juga kadang-kadang, naif juga sering. Ahh yang jelas selalu menghibur dan membuat para penghuni kosan lainnya juga kadang tertawa, ya untungnya suara mereka bagus. Dua jempol untuk suaranya.
Keselnya
gimana???
Awal-awal aku
ngekos disini setiap hari sandalku ada yang ngumpetin, dan ternyata yang
ngumpetin adalah anak-nya tetep laundry. Anak perempuannya cantik paling masih kelas
dua SD, tapi sungguh kelakuannya pengen nampol.
Ah ya, terus
ada lagi nih....
Keselnya
setiap pagi selalu ada cewek yang teriak-teriak dengan keras manggil salah satu
penghuni kos dari pintu gerbang, kebetulan kamarku deket pintu gerbang banget.
“iiibbeeeemmmmm......ibbeeeemmmmm!” dan suaranya woww cempreng, pengganggu.
Menurut saya
sih meningan samperin aja ke kamarnya dan ketok pintunya langsung ga usah pake
teriak-teriak segala, ngeganggu banget. Toh cewek itu udah tau kamarnya yang
mana dan pintu gerbang kita tidak di kunci juga.
Ada kisah yang
bagus juga dari persahabatan pria-pria ini yang boleh kita tiru. Mereka
bersahabat kompak banget. Contohnya saat salah satu temannya wisuda. Bayangkan
seorang wisudawan baru bangun jam setengah tujuh pagi, apa jadinya tuh???
Heboohh pastiii... yaiyalah masa wisudawan telat...udah sekitar jam tujuh tapi
masih heboh terdengarnya.
“sepatu
mana???” teriak wisudawan.
“nihh...”
balas temannya
“kaus kaki...”
“dasiii....”
“topi mana
topi?.” Masih heboh yang pasti yang di maksud topi toga yah... dan temannya
selalu melayani perintah-perintah heboh wisudawan ini. Ah hebat benar
persahabatan mereka.
“udah semua
rapi, sana berangkat, semoga sukses.” Ucap teman-temannya bareng-bareng.
“yoo... jalan
yah.” Keluarlah wisudawan itu dengan rapi. Ehh tiba-tiba balik lagi....
“apa lagi?”
tanya temannya gemas, mungkin beserta lucu juga.
“kalungnya
ketinggalan...” maksud kalung adalah medali wisudanya, dan temannya langsung
mengambil cepat.
Aah iya, ada
satu kisah lucu lagi tepatnya terjadi tadi malam, serius aku yang tadinya udah
keleyep-keleyep mau tidur langsung ngakak dengarnya.
Begini, kamar
aku posisinya di atas jadi sinyal telepon penuh, dan pria-pria itu kamarnya di
bawah jadi tidak ada sinyal, kalau lagi telepon-teleponan mereka pada naik
mencari sinyal, ya salah satunya di depan kamar aku. tiba-tiba ada suara orang
grasak-grusuk gitu di telepon.
“Bunda...”
panggil pria itu dengan mesra. Awalnya jujur aku berpikir mungkin memang sedang
menelepon orang tuanya. Kan katanya kalau laki-laki lebih manja kepada ibunya,
jadi aku masih diam saja menyimak sambil mata kleyep-kleyep. Sejujurnya bukan
sengaja mendengarkan tapi terdengar. Eh tiba-tiba dia ngomong lagi.
“Bunn.... bunn
maaf ya tadi ayah lagi.....” aku langsung ngakak dengernya ga sempet denger
terusannya ngomong apa karena aku tau ternyata dia memanggil bunda sama
pacarnya, ahh ababil pria ini ternyata pake ayah bunda walau udah umur pada tua
juga.
“bunda...bunda...bunda....jangan
marah, maafin ayah ya!!!.” Kayaknya lagi berantem nihh... aku masih saja
ketawa-ketawa sambil di tutup bantal dalam kamar.
“bunda, bunda,
bunda bunda....” panggil pria itu sambil berjalan menjauhi kamarku, mungkin
karena mendengar aku yang menertawakannya.
Sampai terakhir
kali aku tinggal di wisma hegar aku tidak pernah tau nama mereka. Itulah cerita-serita yang tak pernah bisa kulupakan selama ngekos disini...
Minggu, 20 April 2014
Love Muffin . . .

“Mas, biasa
ya!” ucap Farah melambaikan tangan seperti biasa memesan satu buah muffin dengan
satu gelas Coffee late.
Farah selalu
datang setiap hari ke cafe ini pada jam 11 lewat 5 menit, kecuali pada hari
senin dia akan datang pada jam dua siang. Farah adalah seorang wanita yang
kira-kira berusia pertengahan dua puluhan. Dia selalu duduk di pojok kafe
menghadapi laptopnya berjam-jam dengan di temani bergelas-gelas Coffee, ketika
menghadapi laptopnya kadang ia hanya berekspresi seperti hanya diam merenung,
kadang sangat serius seperti berpikir keras memikirkan kemacetan di kota ini,
atau bahkan ia sangat ceria diselingi senyuman yang manis semanis muffin.
“Wah, mas
pegawai baru ya?” Farah menyapa waitress yang sedang meletakkan pesanan di
mejanya. Farah memang gadis yang ramah, pada siapapun ia akan mudah akrab,
apalagi pada pegawai cafe yang sudah dua tahun ia kunjungi setiap hari.
Waitress nya hanya tersenyum saja menanggapi.
“Lho mas, ko
pake acara dikasih bunga mawar juga sih?” tanya Farah yang merasa aneh
tiba-tiba mendapatkan bunga mawar di samping gelas Coffee nya padahal ia tidak
memesannya.
“Saya hanya di
beri titipan saja mba sama seorang laki-laki yang tadi menghampiri saya.” Jelas
waitress itu dengan tampang wajah jujur.
“Oh iya terima
kasih.”
Walaupun Farah
masih bingung terhadap siapa laki-laki yang tiba-tiba memberinya bunga mawar
ini tapi Farah tetap mengambilnya karena Farah memang menyukai bunga, bunga
apapun itu.
*****
Sudah seminggu
ini Farah selalu mendapatkan setangkai mawar di samping Coffee latenya. Walau
bagaimanapun rasa penasaran itu hinggap dalam diri Farah. Farah mencoba
menebak-nebak siapa kira-kira yang memberikan mawar itu kepadanya, namun tak
satu pun nama muncul dalam otaknya. Farah benci merasakan rasa penasaran
seperti ini. Ia akan menyelidiki siapa sebenarnya yang memberikan bunga mawar
itu kepadanya. Bagaimana caranya? Itu urusan nanti pikir Farah.
Secara
kebetulan Farah melirik sekeliling kursi-kursi dalam kafe itu dan dilihatnya seorang
pria dengan setelan jas mahalnya duduk di sudut kafe itu seperti gelisah menanti
sebuah keputusan. Farah sedikit mengingat bahwa semenjak seminggu yang lalu
pria itu pun selalu ada, dan dia selalu duduk di sudut kafe itu.
“Mungkinkah
pengagum rahasia itu adalah lelaki itu? tapi apa mungkin?” tanya Farah kepada
dirinya sendiri. Farah menatap pria itu untuk memperkirakan kemungkinan yang
ada. Tiba-tiba pria itu menengok menatap ke mata Farah langsung. Dan karena
Farah merasa kaget bahwa tatapan mengintipnya ketahuan ia pun segera tersenyum
ramah kepada pria itu yang di balas dengan senyuman yang manis juga. Jadi
mungkinkah itu dia?
*****
Seperti hari
biasanya Farah datang bersama jinjingan laptopnya dan duduk di meja kemudian
memesan pesanannya. Dan selama seminggu ini yang selalu melayaninya adalah
waitress baru itu.
“Silahkan
dinikmati mbak.”ucapnya sopan setelah meletakkan mawar di mejaku.
“Mas siapa
namanya? Sudah seminggu bertemu ko saya belum tahu nama mas.” Tanya Farah ramah
sambil menyodorkan tangannya untuk berkenalan. Farah memang selalu berkenalan
dengan semua waitress yang baru di kafe
ini.
“Nama
saya...emh...” ucap waitress itu gerogi, kemudian terhenti karena pertanyaan
Farah lagi
“Mas ko gerogi
gitu? Masa nama sendiri lupa?”
“Nama saya
Haris mbak.” Jawabnya kini lebih tegas.
Setelah mereka
berdua berkenalan mereka melanjutkan kesibukannya masing-masing. Farah yang
kembali berkutat dengan laptopnya dan Haris yang kembali masuk ke dapur kafe
itu.
Sudah satu jam
tak terasa Farah duduk di kafe itu berkonsentrasi pada laptopnya. Diliriknya
jam dinding yang berada di tengah cafe itu yang sudah menunjukkan jam 12. Tak
sengaja matanya melirik ke kursi yang di pojok ruangan itu, dan di sana duduk
seorang pria yang semenjak seminggu yang lalu juga duduk di sana. Di tatapnya
pria itu oleh Farah kemudian pria itu pun menatap Farah dan tersenyum seperti
kemarin. Farah merasa ia harus menyelidiki apakah pria ini atau bukan yang
selalu mengirim bunga padanya. Farah pun memberanikan diri berdiri dan berjalan
mendekati meja pria itu. sesampainya di depan meja pria bersetelan mahal itu
Farah pun tersenyum ramah pada pria itu dan kemudian menyodorkan tangannya.
“Hai, saya
Farah, saya selalu duduk di meja itu setiap hari.” Ucap Farah sambil menunjuk
meja yang selalu ia duduki.
“Hai, saya
Niko.” Jawab pria itu tegas sambil menyodorkan tangannya untuk menjabat tangan
Farah.
Kemudian Niko
pun mempersilakan Farah duduk di hadapannya.
“Saya lihat
juga kamu selalu duduk di sana setiap hari semenjak saya selalu datang ke kafe
ini dan saya lihat kamu selalu duduk menekuni laptopmu, apa yang kamu
kerjakan?” Niko memulai pembicaraan dengan bertanya kepada Farah terlebih
dahulu.
“Aku seorang
penulis. Kafe ini bagus sekali untuk datangnya sumber inspirasi bagi saya.
Kalau kamu?” Farah bertanya balik kepada pria itu.
“Hmmhh....”
Niko itu hanya tersenyum sambil meminum jus yang berada di depannya. Kemudian
melanjutkan perkataannya.
“Saya sedang
menunggu seorang wanita untuk mengatakan semua kejujuran saya kepadanya. Dan
saya harus menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya.” Jawabannya tegas
penuh makna bagi Farah sang penulis ini.
*****
Hari sudah
malam. Bulan bersinar terang seterang senyum yang dikulum oleh pria yang kini
sedang duduk di singgasana rumahnya yang megah. Bertangkai-tangkai mawar
menghiasi setiap sudut rumahnya. Awalnya ia tidak menyukai mawar, atau lebih
lepatnya ia tidak begitu menyukai bunga karena ia bukanlah seorang pria yang
diciptakan untuk bersikap romantis. Tapi semenjak ia mengetahui bahwa wanita
yang dicintainya merupakan pengagum bunga, maka hidupnya kini berubah menjadi
ikut menyukai bunga.
“Akhirnya
perjuanganku selama ini berbuahkan hasil juga.” Ucap pria itu dengan bangga
kepada dirinya sendiri.
“Hari ini
akhirnya aku berkenalan dengannya, bukan aku yang mengajaknya berkenalan
terlebih dahulu, tapi Farah sendiri yang lebih dulu menyodorkan lengan halusnya
untuk berkenalan denganku.” Ucapnya masih terus membanggakan dirinya sambil
menggenggam gelas yang berisi minuman berwarna merah itu di tangannya.
“Aku mulai
mencintai bunga karena mu, aku mencintai muffin itu karena mu. dan terpenting aku menjadi lebih
mencintai hidupku, dan itu semua karena mu.”
“Aku akan
mengatakan semua kejujuranku kepada mu Farah. Bahwa akulah pengagum rahasiamu
selama ini.” Ucap laki-laki itu penuh janji.
*****
Matahari belum
muncul di ufuk timur, tapi Farah sudah siap dengan pakaian lengkap bepergiannya
dan tak lupa tas jinjingnya yang berisi laptop telah tersampir di pundaknya.
Setelah berpikir bermalam-malam Farah harus menyelesaikan rasa penasarannya
untuk menemukan titik temu. Dalam kepalanya Farah sudah menemukan perkiraan
orang yang dicurigai yang menjadi pengagum rahasianya selama ini.
Semenjak pagi
buta Farah keluar dari rumah, memantau kegiatan orang yang Farah pikir cukup
memenuhi kecurigaannya selama ini. selama seharian penuh Farah terus mengikuti
orang yang dicurigainya itu untuk lebih meyakinkan dirinya. Kini sudah
menjelang malam dan Farah baru pulang. Benar saja, penyelidikannya tidak
sia-sia. Kecurigaannya mengerucut kesatu orang.
*****
Seperti
hari-hari biasanya Farah datang ke kafe itu jam 11 lewat 5 menit. Namun hari
ini ada tujuan yang berbeda dari hari-hari biasanya. Farah ingin memastikan
kecurigaannya selama ini dan menanyakannya langsung kepada pria ini. Farah
yakin bahwa hari ini, pria itu akan berada di kafe seperti seminggu Minggu
belakangan ini.
Farah duduk di
kursi favoritnya. Dilihatnya ke sekeliling dan di lihatnya Niko sudah duduk
menghadapi secangkir kopi dan sebuah muffin di mejanya. Farah memberikan senyuman kepada Niko dengan
ramah dan Niko pun tersenyum ramah sambil menaikkan gelas kopinya.
Tak berapa
lama waitress yang selalu melayaninya akhir-akhir ini datang membawakan
pesanannya. Farah masih terus berpikir tentang cara untuk mengungkapkan siapa
pengagum rahasianya selama ini. Farah yakin ia harus mengungkap rasa
penasarannya sekarang, namun Farah masih belum memiliki rencana bagaimana cara membongkar
kedok pengagum rahasianya ini agar menakjubkan.
Dan ide itu
pun tiba-tiba muncul, Farah harus bergerak sekarang...
*****
“Mas bolehkah
saya pinjam ponselnya?” tanya Farah setelah waitress itu meletakkan Coffee
latenya di samping kue muffin dan tak lupa waitress itu meletakkan bunga
mawarnya dengan hati-hati.
“ Saya lupa
menyimpan ponsel saya di mana, jadi mau mencoba sedikit menghubunginya mungkin
bisa membantu menemukannya, soalnya saya butuh ponsel saya sekarang.” Jelas
Farah kepada waitress yang mengaku bernama Haris itu karena waitress itu masih
saja diam tertegun melongo.
“Oh iya silahkan
mbak.” Jawab waitress itu sambil menyodorkan ponsel canggihnya pada Farah.
Kemudian Farah
memijit nomor ponselnya sendiri pada ponsel waitress itu. tak lama terdengar
bunyi lagu favorit Farah dari dalam tasnya, yang artinya ponsel Farah ada di
sana, setelah ponsel Farah ditemukan di dalam tas nya, Farah mengembalikan
ponsel waitress tadi.
“Terima kasih
ya.” ucap Farah sopan
“Sama-sama
mbak.” Jawab waitress itu tak kalah sopan dengan Farah. Dan kemudian ia
membalikkan badannya setelah yakin Farah tidak memesan pesanan yang lainnya.
Baru saja dua
langkah waitress itu melangkah dari meja Farah terdengar bunyi ponsel waitress
itu dalam kantongnya. Dilihatnya dari nomor tak dikenal, kemudian diangkatnya
telepon itu.
“Hallo?”
terdengar suara perempuan dari telepon seberangnya.
“Hallo, ini
siapa?” Jawab waitress itu dengan tegas. Namun sekejap ia terdiam seperti
mengenali suara yang berada dalam telepon itu.
“Terima kasih
untuk setiap mawar yang selalu kau antarkan langsung ke mejaku setiap hari Mr. Pradipta ”
Sekejap
waitress itu membalikkan badannya dan bertemu dengan tatapan mata Farah yang
sedang tersenyum dan sama dengannya sedang memegang ponsel juga di telinganya.
“Bukankah benar
kau adalah Mr. Pradipta sang pemilik cafe ini alias Haris sang waitress yang
sangat sopan itu?” Farah masih berbicara kepada ponselnya meskipun kini mereka
sudah saling bertatapan. Melihat orang yang berada di depannya ini terkaget dan
tiba-tiba tersenyum Farah berpikir bahwa perkiraannya tidak meleset. Ya, sang
pengagum rahasia itu adalah Mr. Heikal Pradipta sang pemilik cafe yang setiap
hari Farah singgahi, yang akhir-akhir
ini selalu menyamar menjadi waitress yang bernama Haris.
***
end***
Cerita
ini hanya karangan semata, jika ada kesamaan tokoh, nama dan tempat. mungkin
itu hanya perasaan mas atau mbaknya saja.
Sabtu, 19 April 2014
My Lovely Gerald
Kita sudah
hidup bersama semenjak tiga tahun yang lalu, semenjak aku putus dengan pacarku
karena dia selingkuh di depan mataku sendiri. Semenjak itu aku dengan Gerald
tak bisa dipisahkan. Meskipun orang tuaku awalnya tidak setuju ketika membawa
Gerald pulang ke rumahku apalagi ketika kami memutuskan untuk hidup bersama
dalam satu kamar tidur. Ibuku langsung memarahiku, tapi aku tetap pada
pendirianku.
Seiring
berjalannya waktu, mungkin melihat tingkah laku Gerald yang baik dan sopan
kepadaku maupun kepada keluargaku yang lainnya, ibuku akhirnya setuju Gerald
tinggal bersamaku. Ibuku hanya selalu memberikan nasihatnya untuk selalu
berhati-hati pada Gerald.
“Tania,
hati-hati, ibu merasa Gerald tidak baik untukmu.”
Selalu seperti
itu nasihat ibuku. Tapi aku hanya menanggapinya dengan anggukkan kepala sambil
menaikkan kedua alisku ke atas dan ngeloyor pergi menghindari ibuku untuk
ceramah lebih panjang lagi. Aku sudah merasa tak dapat di pisahkan dengan
Gerald. Aku benar-benar mencintainya, setiap malam kita tidur bersama dalam
satu ranjang besar dalam kamarku, dan tentu satu selimut juga, dan tak lupa
ciuman beserta pelukan dari Gerald yang selalu akan mengantarku ke alam mimpi.
Seperti itulah
kehidupanku selama ini. Setiap aku pulang ke rumah Gerald selalu menyambutku
dengan senyuman di depan pintu, dan tentu setelah itu kami berpelukan lama
sekali. Meskipun aku hanya terpisahkan dengan Gerald selama 10 jam setiap
harinya karena aku harus bekerja di kantor tapi setiap kali aku pulang kerja
kami selalu berpelukan melepas rindu seperti tak bertemu dengannya selama satu
tahun. Aku sangat mencintai Gerald, dan aku yakin Gerald pun mencintaiku.
*****
Seperti inilah
hubungan yang tidak di setujui oleh orang tuaku. Meskipun ibuku sudah
membiarkan Gerald tinggal bersamaku tapi ibuku masih saja membawa teman-teman
arisannya ke rumah untuk menggoda Gerald dan berharap Gerald mau meninggalkan
aku. Tapi tentu saja Gerald tak pernah berpaling dari ku. Meskipun
perempuan-perempuan itu menjanjikan segala hal padanya tapi Gerald masih setia
dalam pelukanku.
“Tania, Gerald
nya buat tante saja ya, manis banget sih.” Ucap tante itu sambil mendekati
Gerald yang sedang duduk di sampingku di ruang tv.
“Ngga boleh
tante, Gerald hanya milik Tania seorang.” Aku membela diriku sendiri sambil
mengusap-ngusap kepala Gerald dengan lembut.
“Ayo Gerald
mau ya tinggal sama tante, nanti tante buatkan rumah yang besar untuk Gerald.”
Rayu tante Sita Sambil mengusap-ngusap tangan Gerald.
‘dasar tante girang’pikirku.
Mendengar
rayuan itu Gerald hanya melihat tajam mataku seperti memikirkan sesuatu.
“Oh tidak Gerald! Apa kamu mau meninggalkanku
hanya karena rayuan rumah besar?” ucapku terkesiap. Melihat aku yang sedikit
panik tante Sita dan ibuku hanya tersenyum karena strategi untuk memisahkan aku
dan Gerald sebentar lagi akan tercapai, pikirnya.
Namun, setelah
menatap tajam mataku itu Gerald malah menggelungkan kepalanya ke leherku, dan
menciumku di sana, dan aku pun kembali mendekapnya dan menciumnya dengan penuh
cinta. Ohh Gerald ku memang setia. Melihat itu tante Sita dan ibuku tersenyum
masam dan meninggalkanku kembali ke arisannya.
*****
Aku sakit.
Sudah dua hari ini aku tidak bekerja terbaring lemas di kamarku. Ibuku terus
menyalahkan Gerald atas sakitku ini.
“Tania, Gerald
itu membawa penyakit ke tubuhmu ini. Gara-gara Gerald kamu jadi di hinggapi
penyakit seperti ini.” Ibuku terus mengomel sambil terus menyuapiku. Aku tidak
bisa memberikan alasanku untuk membela Gerald karena mungkin itu benar adanya.
Tapi aku tidak bisa hidup jauh darinya.
Gerald tidak
di izinkan menemuiku selama aku sakit. Gerald dilarang masuk ke dalam rumah
oleh ibuku. Selama dua malam ini ia tidur di luar rumah, kadang kita hanya
saling menatap lewat jendela yang berada di kamarku yang kebetulan bisa
langsung melihat ke luar rumah.
“Oh...Gerald
aku merindukanmu!” teriakku dari dalam rumah berharap Gerald bisa mendengarnya.
Namun Gerald tetap berada di luar rumah dan membiarkan aku sendiri tanpa ada
yang menemani.
Ini sudah hari
ke tujuh semenjak aku dipisahkan dengan Gerald. Dan aku sudah kembali sehat.
Aku masih memohon pada ibuku agar Gerald dibiarkan masuk ke rumah lagi.
“Bu, biarkan
Gerald masuk yah, Tania janji Tania ngga akan tidur bareng sama Gerald, ngga
akan peluk Gerald dan ngga akan cium Gerald lagi. Tania janji bu.” Aku memohon
sambil terisak tangis. Karena sangat sulit memenuhi janji itu, aku ingin setiap
saat memeluk dan mencium Gerald dan aku berjanji tidak akan melakukannya lagi,
itu adalah suatu janji yang sangat berat sekali bagiku. Tapi ini demi aku bisa
bertemu Gerald secara langsung lagi tanpa terhalang jendela kamarku.
Sepertinya
melihat aku yang memohon dengan bersungguh-sungguh hingga menangis ibuku
akhirnya mengizinkan Gerald masuk ke dalam rumah lagi.
“Ingat Tania,
Tidak memeluk dan tidak mencium.” Ucap ibuku sambil membawa Gerald masuk ke
dalam rumah.
“Iya bu.”
Jawabku bersemangat sambil mencium pipi ibuku dengan penuh cinta.
*****
Janji tinggal
janji. Kini aku kembali memeluk dan mencium Gerald seperti dulu lagi. Aku tidak
peduli dengan janji yang dulu aku buat kepada ibuku. ‘Toh aku tidak tanda tangan di atas materai’, pikirku, tak akan ada
yang menuntut dan membawaku ke pengadilan karena tidak menepati janjiku. Ibuku
kini tidak lagi memarahiku, mungkin karena dia sudah bosan. Percuma karena
sesering apapun ibuku memarahiku aku tidak pernah mendengarkannya.
“Mungkin
banyak sekali yang menentang cinta kita, tapi saat inilah cinta kita sedang di
uji. Cinta memang butuh perjuangan sayang.” ucapku sambil memeluk Gerald
kemudian Gerald pun menciumku.
*****
Ini adalah
hari yang cerah dan kebetulan aku sedang libur dari pekerjaanku. Aku mengajak
Gerald berjalan-jalan di taman. Ini adalah tempat aku dan Gerald pertama kali
kita bertemu. Berlari bersama, makan dalam satu wadah yang sama, ah betapa
romantisnya. Tingkah laku kita tak berbeda dengan pasangan-pasangan yang sedang
berpacaran di sekeliling kita. Hari ini
begitu membahagiakan bagiku.
Entah mengapa
hari ini aku merasa takut sekali berpisah dengan Gerald. Pikiran-pikiran buruk
selalu berseliweran dalam kepalaku. Imajinasiku berjalan terlalu jauh, dan aku
membenci itu. Gerald juga seperti merasakan apa yang aku rasakan. Sejak pagi tadi
Gerald tidak pernah berjalan berada jauh dari ku. Seperti ada suatu firasat
bahwa akan ada sesuatu yang benar-benar memisahkan kita. Tapi aku tidak ingin
memikirkannya terlalu dalam. Mungkin ini hanya karena badanku yang belum begitu
sehat lagi semenjak aku sakit dulu. Dan aku ingin menghabiskan hari ini hanya
bersama Gerald. Apapun yang terjadi nanti, itu akan kupikirkan nanti. Aku hanya
akan menikmati hari yang indah ini bersama Gerald yang sangat aku cintai.
Hari sudah
senja, matahari hampir tenggelam di ufuk barat. Tiba-tiba aku merasa benar-benar
tidak enak badan. Aku merasa penyakit ku kambuh lagi, dan tiba-tiba kesadaranku
hilang. Aku pingsan di taman.
*****
“Gara-gara Gerald penyakit mu jadi sering
kambuh Tania, Gerald membawa dampak buruk untukmu!” ibuku berdiri di depan
pintu kamarku sambil menatapku yang masih terkulai lemas di ranjang kamar
tidurku. Penyakit yang diturunkan oleh almarhum ayahku ini semakin sering
kambuh, aku akui itu tak lain atas kehidupanku dengan Gerald selama ini.
Mendengar
namanya disebut-sebut Gerald yang tadinya berada di luar rumahku tiba-tiba
memasuki kamarku dan langsung mendekatiku tanpa menghiraukan ibuku yang sedang
memarahinya. Gerald memang benar-benar pengertian. Dia selalu ada di saat aku
dalam keadaan bahagia maupun sedih. Kini ia malah ikut berbaring di sisiku
sambil terus menciumiku.
“Pokoknya ibu
tidak setuju kamu bersama Gerald lagi!” ucap ibuku dengan suara keras.
“Bu...aku
tidak bisa hidup tanpa nya.”ucapku memelas.
Aku terus
mendekap Gerald dalam pelukanku tak ingin terpisahkan, dekapan Gerald pada tubuhku pun semakin erat, kami
sama-sama tidak ingin terpisahkan. mendengar ibuku yang berteriak keras padanya
Gerald hanya terdiam dalam pelukanku.
“Sini masukan
Gerald ke dalam tempat ini.” Ibuku membawa box berwarna putih yang terdapat dua
bolong di atasnya untuk keluar masuknya udara.
“Bu... jangan
bawa Gerald!” pintaku memohon untuk terakhir kalinya
“Tidak bisa
Tania, penyakit asma mu tidak akan pernah sembuh jika kau terus hidup bersama
Gerald. Nanti tante Nindi akan mengadopsi Gerald untuk menjaganya dan menangkap
tikus-tikus di rumahnya.” Jelas ibuku sambil membawa box yang berisi Gerald itu
dan dimasukkannya ke dalam jok belakang mobilnya.
Oohh kucingku
Gerald yang malang....
Dan aku
menangis tersedu-sedu di teras rumah menyaksikan Gerald pergi meninggalkanku
sendiri...
***end***
Cerita ini hanya karangan semata, jika ada
kesamaan tokoh, nama dan tempat. mungkin itu hanya perasaan mas atau mbaknya
saja.
Langganan:
Postingan (Atom)