Sabtu, 19 April 2014

My Lovely Gerald



“Aku sangat merindukanmu sayang.” ucapku pada Gerald yang memelukku.
Kita sudah hidup bersama semenjak tiga tahun yang lalu, semenjak aku putus dengan pacarku karena dia selingkuh di depan mataku sendiri. Semenjak itu aku dengan Gerald tak bisa dipisahkan. Meskipun orang tuaku awalnya tidak setuju ketika membawa Gerald pulang ke rumahku apalagi ketika kami memutuskan untuk hidup bersama dalam satu kamar tidur. Ibuku langsung memarahiku, tapi aku tetap pada pendirianku.
Seiring berjalannya waktu, mungkin melihat tingkah laku Gerald yang baik dan sopan kepadaku maupun kepada keluargaku yang lainnya, ibuku akhirnya setuju Gerald tinggal bersamaku. Ibuku hanya selalu memberikan nasihatnya untuk selalu berhati-hati pada Gerald.
“Tania, hati-hati, ibu merasa Gerald tidak baik untukmu.”
Selalu seperti itu nasihat ibuku. Tapi aku hanya menanggapinya dengan anggukkan kepala sambil menaikkan kedua alisku ke atas dan ngeloyor pergi menghindari ibuku untuk ceramah lebih panjang lagi. Aku sudah merasa tak dapat di pisahkan dengan Gerald. Aku benar-benar mencintainya, setiap malam kita tidur bersama dalam satu ranjang besar dalam kamarku, dan tentu satu selimut juga, dan tak lupa ciuman beserta pelukan dari Gerald yang selalu akan mengantarku ke alam mimpi.
Seperti itulah kehidupanku selama ini. Setiap aku pulang ke rumah Gerald selalu menyambutku dengan senyuman di depan pintu, dan tentu setelah itu kami berpelukan lama sekali. Meskipun aku hanya terpisahkan dengan Gerald selama 10 jam setiap harinya karena aku harus bekerja di kantor tapi setiap kali aku pulang kerja kami selalu berpelukan melepas rindu seperti tak bertemu dengannya selama satu tahun. Aku sangat mencintai Gerald, dan aku yakin Gerald pun mencintaiku.

*****

Seperti inilah hubungan yang tidak di setujui oleh orang tuaku. Meskipun ibuku sudah membiarkan Gerald tinggal bersamaku tapi ibuku masih saja membawa teman-teman arisannya ke rumah untuk menggoda Gerald dan berharap Gerald mau meninggalkan aku. Tapi tentu saja Gerald tak pernah berpaling dari ku. Meskipun perempuan-perempuan itu menjanjikan segala hal padanya tapi Gerald masih setia dalam pelukanku.
“Tania, Gerald nya buat tante saja ya, manis banget sih.” Ucap tante itu sambil mendekati Gerald yang sedang duduk di sampingku di ruang tv.
“Ngga boleh tante, Gerald hanya milik Tania seorang.” Aku membela diriku sendiri sambil mengusap-ngusap kepala Gerald dengan lembut.
“Ayo Gerald mau ya tinggal sama tante, nanti tante buatkan rumah yang besar untuk Gerald.” Rayu tante Sita Sambil mengusap-ngusap tangan Gerald.
‘dasar tante girang’pikirku.
Mendengar rayuan itu Gerald hanya melihat tajam mataku seperti memikirkan sesuatu.
 “Oh tidak Gerald! Apa kamu mau meninggalkanku hanya karena rayuan rumah besar?” ucapku terkesiap. Melihat aku yang sedikit panik tante Sita dan ibuku hanya tersenyum karena strategi untuk memisahkan aku dan Gerald sebentar lagi akan tercapai, pikirnya.
Namun, setelah menatap tajam mataku itu Gerald malah menggelungkan kepalanya ke leherku, dan menciumku di sana, dan aku pun kembali mendekapnya dan menciumnya dengan penuh cinta. Ohh Gerald ku memang setia. Melihat itu tante Sita dan ibuku tersenyum masam dan meninggalkanku kembali ke arisannya.

*****

Aku sakit. Sudah dua hari ini aku tidak bekerja terbaring lemas di kamarku. Ibuku terus menyalahkan Gerald atas sakitku ini.
“Tania, Gerald itu membawa penyakit ke tubuhmu ini. Gara-gara Gerald kamu jadi di hinggapi penyakit seperti ini.” Ibuku terus mengomel sambil terus menyuapiku. Aku tidak bisa memberikan alasanku untuk membela Gerald karena mungkin itu benar adanya. Tapi aku tidak bisa hidup jauh darinya.
Gerald tidak di izinkan menemuiku selama aku sakit. Gerald dilarang masuk ke dalam rumah oleh ibuku. Selama dua malam ini ia tidur di luar rumah, kadang kita hanya saling menatap lewat jendela yang berada di kamarku yang kebetulan bisa langsung melihat ke luar rumah.
“Oh...Gerald aku merindukanmu!” teriakku dari dalam rumah berharap Gerald bisa mendengarnya. Namun Gerald tetap berada di luar rumah dan membiarkan aku sendiri tanpa ada yang menemani.
Ini sudah hari ke tujuh semenjak aku dipisahkan dengan Gerald. Dan aku sudah kembali sehat. Aku masih memohon pada ibuku agar Gerald dibiarkan masuk ke rumah lagi.
“Bu, biarkan Gerald masuk yah, Tania janji Tania ngga akan tidur bareng sama Gerald, ngga akan peluk Gerald dan ngga akan cium Gerald lagi. Tania janji bu.” Aku memohon sambil terisak tangis. Karena sangat sulit memenuhi janji itu, aku ingin setiap saat memeluk dan mencium Gerald dan aku berjanji tidak akan melakukannya lagi, itu adalah suatu janji yang sangat berat sekali bagiku. Tapi ini demi aku bisa bertemu Gerald secara langsung lagi tanpa terhalang jendela kamarku.
Sepertinya melihat aku yang memohon dengan bersungguh-sungguh hingga menangis ibuku akhirnya mengizinkan Gerald masuk ke dalam rumah lagi.
“Ingat Tania, Tidak memeluk dan tidak mencium.” Ucap ibuku sambil membawa Gerald masuk ke dalam rumah.
“Iya bu.” Jawabku bersemangat sambil mencium pipi ibuku dengan penuh cinta.

*****

Janji tinggal janji. Kini aku kembali memeluk dan mencium Gerald seperti dulu lagi. Aku tidak peduli dengan janji yang dulu aku buat kepada ibuku. ‘Toh aku tidak tanda tangan di atas materai’, pikirku, tak akan ada yang menuntut dan membawaku ke pengadilan karena tidak menepati janjiku. Ibuku kini tidak lagi memarahiku, mungkin karena dia sudah bosan. Percuma karena sesering apapun ibuku memarahiku aku tidak pernah mendengarkannya.
“Mungkin banyak sekali yang menentang cinta kita, tapi saat inilah cinta kita sedang di uji. Cinta memang butuh perjuangan sayang.” ucapku sambil memeluk Gerald kemudian Gerald pun menciumku.

*****

Ini adalah hari yang cerah dan kebetulan aku sedang libur dari pekerjaanku. Aku mengajak Gerald berjalan-jalan di taman. Ini adalah tempat aku dan Gerald pertama kali kita bertemu. Berlari bersama, makan dalam satu wadah yang sama, ah betapa romantisnya. Tingkah laku kita tak berbeda dengan pasangan-pasangan yang sedang berpacaran  di sekeliling kita. Hari ini begitu membahagiakan bagiku.
Entah mengapa hari ini aku merasa takut sekali berpisah dengan Gerald. Pikiran-pikiran buruk selalu berseliweran dalam kepalaku. Imajinasiku berjalan terlalu jauh, dan aku membenci itu. Gerald juga seperti merasakan apa yang aku rasakan. Sejak pagi tadi Gerald tidak pernah berjalan berada jauh dari ku. Seperti ada suatu firasat bahwa akan ada sesuatu yang benar-benar memisahkan kita. Tapi aku tidak ingin memikirkannya terlalu dalam. Mungkin ini hanya karena badanku yang belum begitu sehat lagi semenjak aku sakit dulu. Dan aku ingin menghabiskan hari ini hanya bersama Gerald. Apapun yang terjadi nanti, itu akan kupikirkan nanti. Aku hanya akan menikmati hari yang indah ini bersama Gerald yang sangat aku cintai.
Hari sudah senja, matahari hampir tenggelam di ufuk barat. Tiba-tiba aku merasa benar-benar tidak enak badan. Aku merasa penyakit ku kambuh lagi, dan tiba-tiba kesadaranku hilang. Aku pingsan di taman.

*****

 “Gara-gara Gerald penyakit mu jadi sering kambuh Tania, Gerald membawa dampak buruk untukmu!” ibuku berdiri di depan pintu kamarku sambil menatapku yang masih terkulai lemas di ranjang kamar tidurku. Penyakit yang diturunkan oleh almarhum ayahku ini semakin sering kambuh, aku akui itu tak lain atas kehidupanku dengan Gerald selama ini.
Mendengar namanya disebut-sebut Gerald yang tadinya berada di luar rumahku tiba-tiba memasuki kamarku dan langsung mendekatiku tanpa menghiraukan ibuku yang sedang memarahinya. Gerald memang benar-benar pengertian. Dia selalu ada di saat aku dalam keadaan bahagia maupun sedih. Kini ia malah ikut berbaring di sisiku sambil terus menciumiku.
“Pokoknya ibu tidak setuju kamu bersama Gerald lagi!” ucap ibuku dengan suara keras.
“Bu...aku tidak bisa hidup tanpa nya.”ucapku memelas.
Aku terus mendekap Gerald dalam pelukanku tak ingin terpisahkan, dekapan  Gerald pada tubuhku pun semakin erat, kami sama-sama tidak ingin terpisahkan. mendengar ibuku yang berteriak keras padanya Gerald hanya terdiam dalam pelukanku.
“Sini masukan Gerald ke dalam tempat ini.” Ibuku membawa box berwarna putih yang terdapat dua bolong di atasnya untuk keluar masuknya udara.
“Bu... jangan bawa Gerald!” pintaku memohon untuk terakhir kalinya
“Tidak bisa Tania, penyakit asma mu tidak akan pernah sembuh jika kau terus hidup bersama Gerald. Nanti tante Nindi akan mengadopsi Gerald untuk menjaganya dan menangkap tikus-tikus di rumahnya.” Jelas ibuku sambil membawa box yang berisi Gerald itu dan dimasukkannya ke dalam jok belakang mobilnya.
Oohh kucingku Gerald yang malang....
Dan aku menangis tersedu-sedu di teras rumah menyaksikan Gerald pergi meninggalkanku sendiri...

***end***

Cerita ini hanya karangan semata, jika ada kesamaan tokoh, nama dan tempat. mungkin itu hanya perasaan mas atau mbaknya saja.

1 komentar: