Minggu, 20 April 2014

Love Muffin . . .



Tanaman merambat berwarna hijau tumbuh segar pada sebagian dinding samping cafe itu. bunyi suara air yang mengalir ikut memberikan sumbangsi efek ketenangan di dalamnya. Aroma khas toko kue menjadi wewangian yang tak akan pernah bosan di hirup oleh orang-orang yang tidak sengaja melewati kafe apalagi untuk para pelanggannya, aromanya seperti afrodisiak memabukkan.
“Mas, biasa ya!” ucap Farah melambaikan tangan seperti biasa memesan satu buah muffin dengan satu gelas Coffee late.
Farah selalu datang setiap hari ke cafe ini pada jam 11 lewat 5 menit, kecuali pada hari senin dia akan datang pada jam dua siang. Farah adalah seorang wanita yang kira-kira berusia pertengahan dua puluhan. Dia selalu duduk di pojok kafe menghadapi laptopnya berjam-jam dengan di temani bergelas-gelas Coffee, ketika menghadapi laptopnya kadang ia hanya berekspresi seperti hanya diam merenung, kadang sangat serius seperti berpikir keras memikirkan kemacetan di kota ini, atau bahkan ia sangat ceria diselingi senyuman yang manis semanis muffin.
“Wah, mas pegawai baru ya?” Farah menyapa waitress yang sedang meletakkan pesanan di mejanya. Farah memang gadis yang ramah, pada siapapun ia akan mudah akrab, apalagi pada pegawai cafe yang sudah dua tahun ia kunjungi setiap hari. Waitress nya hanya tersenyum saja menanggapi.
“Lho mas, ko pake acara dikasih bunga mawar juga sih?” tanya Farah yang merasa aneh tiba-tiba mendapatkan bunga mawar di samping gelas Coffee nya padahal ia tidak memesannya.
“Saya hanya di beri titipan saja mba sama seorang laki-laki yang tadi menghampiri saya.” Jelas waitress itu dengan tampang wajah jujur.
“Oh iya terima kasih.”
Walaupun Farah masih bingung terhadap siapa laki-laki yang tiba-tiba memberinya bunga mawar ini tapi Farah tetap mengambilnya karena Farah memang menyukai bunga, bunga apapun itu. 


*****

Sudah seminggu ini Farah selalu mendapatkan setangkai mawar di samping Coffee latenya. Walau bagaimanapun rasa penasaran itu hinggap dalam diri Farah. Farah mencoba menebak-nebak siapa kira-kira yang memberikan mawar itu kepadanya, namun tak satu pun nama muncul dalam otaknya. Farah benci merasakan rasa penasaran seperti ini. Ia akan menyelidiki siapa sebenarnya yang memberikan bunga mawar itu kepadanya. Bagaimana caranya? Itu urusan nanti pikir Farah.
Secara kebetulan Farah melirik sekeliling kursi-kursi dalam kafe itu dan dilihatnya seorang pria dengan setelan jas mahalnya duduk di sudut kafe itu seperti gelisah menanti sebuah keputusan. Farah sedikit mengingat bahwa semenjak seminggu yang lalu pria itu pun selalu ada, dan dia selalu duduk di sudut kafe itu.
“Mungkinkah pengagum rahasia itu adalah lelaki itu? tapi apa mungkin?” tanya Farah kepada dirinya sendiri. Farah menatap pria itu untuk memperkirakan kemungkinan yang ada. Tiba-tiba pria itu menengok menatap ke mata Farah langsung. Dan karena Farah merasa kaget bahwa tatapan mengintipnya ketahuan ia pun segera tersenyum ramah kepada pria itu yang di balas dengan senyuman yang manis juga. Jadi mungkinkah itu dia?

*****

Seperti hari biasanya Farah datang bersama jinjingan laptopnya dan duduk di meja kemudian memesan pesanannya. Dan selama seminggu ini yang selalu melayaninya adalah waitress baru itu.
“Silahkan dinikmati mbak.”ucapnya sopan setelah meletakkan mawar di mejaku.
“Mas siapa namanya? Sudah seminggu bertemu ko saya belum tahu nama mas.” Tanya Farah ramah sambil menyodorkan tangannya untuk berkenalan. Farah memang selalu berkenalan dengan semua waitress  yang baru di kafe ini.
“Nama saya...emh...” ucap waitress itu gerogi, kemudian terhenti karena pertanyaan Farah lagi
“Mas ko gerogi gitu? Masa nama sendiri lupa?”
“Nama saya Haris mbak.” Jawabnya kini lebih tegas.
Setelah mereka berdua berkenalan mereka melanjutkan kesibukannya masing-masing. Farah yang kembali berkutat dengan laptopnya dan Haris yang kembali masuk ke dapur kafe itu.
Sudah satu jam tak terasa Farah duduk di kafe itu berkonsentrasi pada laptopnya. Diliriknya jam dinding yang berada di tengah cafe itu yang sudah menunjukkan jam 12. Tak sengaja matanya melirik ke kursi yang di pojok ruangan itu, dan di sana duduk seorang pria yang semenjak seminggu yang lalu juga duduk di sana. Di tatapnya pria itu oleh Farah kemudian pria itu pun menatap Farah dan tersenyum seperti kemarin. Farah merasa ia harus menyelidiki apakah pria ini atau bukan yang selalu mengirim bunga padanya. Farah pun memberanikan diri berdiri dan berjalan mendekati meja pria itu. sesampainya di depan meja pria bersetelan mahal itu Farah pun tersenyum ramah pada pria itu dan kemudian menyodorkan tangannya.
“Hai, saya Farah, saya selalu duduk di meja itu setiap hari.” Ucap Farah sambil menunjuk meja yang selalu ia duduki.
“Hai, saya Niko.” Jawab pria itu tegas sambil menyodorkan tangannya untuk menjabat tangan Farah.
Kemudian Niko pun mempersilakan Farah duduk di hadapannya.
“Saya lihat juga kamu selalu duduk di sana setiap hari semenjak saya selalu datang ke kafe ini dan saya lihat kamu selalu duduk menekuni laptopmu, apa yang kamu kerjakan?” Niko memulai pembicaraan dengan bertanya kepada Farah terlebih dahulu.
“Aku seorang penulis. Kafe ini bagus sekali untuk datangnya sumber inspirasi bagi saya. Kalau kamu?” Farah bertanya balik kepada pria itu.
“Hmmhh....” Niko itu hanya tersenyum sambil meminum jus yang berada di depannya. Kemudian melanjutkan perkataannya.
“Saya sedang menunggu seorang wanita untuk mengatakan semua kejujuran saya kepadanya. Dan saya harus menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya.” Jawabannya tegas penuh makna bagi Farah sang penulis ini.

*****

Hari sudah malam. Bulan bersinar terang seterang senyum yang dikulum oleh pria yang kini sedang duduk di singgasana rumahnya yang megah. Bertangkai-tangkai mawar menghiasi setiap sudut rumahnya. Awalnya ia tidak menyukai mawar, atau lebih lepatnya ia tidak begitu menyukai bunga karena ia bukanlah seorang pria yang diciptakan untuk bersikap romantis. Tapi semenjak ia mengetahui bahwa wanita yang dicintainya merupakan pengagum bunga, maka hidupnya kini berubah menjadi ikut menyukai bunga.
“Akhirnya perjuanganku selama ini berbuahkan hasil juga.” Ucap pria itu dengan bangga kepada dirinya sendiri.
“Hari ini akhirnya aku berkenalan dengannya, bukan aku yang mengajaknya berkenalan terlebih dahulu, tapi Farah sendiri yang lebih dulu menyodorkan lengan halusnya untuk berkenalan denganku.” Ucapnya masih terus membanggakan dirinya sambil menggenggam gelas yang berisi minuman berwarna merah itu di tangannya.
“Aku mulai mencintai bunga karena mu, aku mencintai muffin itu  karena mu. dan terpenting aku menjadi lebih mencintai hidupku, dan itu semua karena mu.”
“Aku akan mengatakan semua kejujuranku kepada mu Farah. Bahwa akulah pengagum rahasiamu selama ini.” Ucap laki-laki itu penuh janji.

*****

Matahari belum muncul di ufuk timur, tapi Farah sudah siap dengan pakaian lengkap bepergiannya dan tak lupa tas jinjingnya yang berisi laptop telah tersampir di pundaknya. Setelah berpikir bermalam-malam Farah harus menyelesaikan rasa penasarannya untuk menemukan titik temu. Dalam kepalanya Farah sudah menemukan perkiraan orang yang dicurigai yang menjadi pengagum rahasianya selama ini.
Semenjak pagi buta Farah keluar dari rumah, memantau kegiatan orang yang Farah pikir cukup memenuhi kecurigaannya selama ini. selama seharian penuh Farah terus mengikuti orang yang dicurigainya itu untuk lebih meyakinkan dirinya. Kini sudah menjelang malam dan Farah baru pulang. Benar saja, penyelidikannya tidak sia-sia. Kecurigaannya mengerucut kesatu orang.

*****

Seperti hari-hari biasanya Farah datang ke kafe itu jam 11 lewat 5 menit. Namun hari ini ada tujuan yang berbeda dari hari-hari biasanya. Farah ingin memastikan kecurigaannya selama ini dan menanyakannya langsung kepada pria ini. Farah yakin bahwa hari ini, pria itu akan berada di kafe seperti seminggu Minggu belakangan ini.
Farah duduk di kursi favoritnya. Dilihatnya ke sekeliling dan di lihatnya Niko sudah duduk menghadapi secangkir kopi dan sebuah muffin di mejanya.  Farah memberikan senyuman kepada Niko dengan ramah dan Niko pun tersenyum ramah sambil menaikkan gelas kopinya.
Tak berapa lama waitress yang selalu melayaninya akhir-akhir ini datang membawakan pesanannya. Farah masih terus berpikir tentang cara untuk mengungkapkan siapa pengagum rahasianya selama ini. Farah yakin ia harus mengungkap rasa penasarannya sekarang, namun Farah masih belum memiliki rencana bagaimana cara membongkar kedok pengagum rahasianya ini agar menakjubkan.
Dan ide itu pun tiba-tiba muncul, Farah harus bergerak sekarang...

*****

“Mas bolehkah saya pinjam ponselnya?” tanya Farah setelah waitress itu meletakkan Coffee latenya di samping kue muffin dan tak lupa waitress itu meletakkan bunga mawarnya dengan hati-hati.
“ Saya lupa menyimpan ponsel saya di mana, jadi mau mencoba sedikit menghubunginya mungkin bisa membantu menemukannya, soalnya saya butuh ponsel saya sekarang.” Jelas Farah kepada waitress yang mengaku bernama Haris itu karena waitress itu masih saja diam tertegun melongo.
“Oh iya silahkan mbak.” Jawab waitress itu sambil menyodorkan ponsel canggihnya pada Farah.
Kemudian Farah memijit nomor ponselnya sendiri pada ponsel waitress itu. tak lama terdengar bunyi lagu favorit Farah dari dalam tasnya, yang artinya ponsel Farah ada di sana, setelah ponsel Farah ditemukan di dalam tas nya, Farah mengembalikan ponsel waitress tadi.
“Terima kasih ya.” ucap Farah sopan
“Sama-sama mbak.” Jawab waitress itu tak kalah sopan dengan Farah. Dan kemudian ia membalikkan badannya setelah yakin Farah tidak memesan pesanan yang lainnya.
Baru saja dua langkah waitress itu melangkah dari meja Farah terdengar bunyi ponsel waitress itu dalam kantongnya. Dilihatnya dari nomor tak dikenal, kemudian diangkatnya telepon itu.
“Hallo?” terdengar suara perempuan dari telepon seberangnya.
“Hallo, ini siapa?” Jawab waitress itu dengan tegas. Namun sekejap ia terdiam seperti mengenali suara yang berada dalam telepon itu.
“Terima kasih untuk setiap mawar yang selalu kau antarkan langsung ke mejaku setiap hari Mr. Pradipta 
Sekejap waitress itu membalikkan badannya dan bertemu dengan tatapan mata Farah yang sedang tersenyum dan sama dengannya sedang memegang ponsel juga di telinganya.
“Bukankah benar kau adalah Mr. Pradipta sang pemilik cafe ini alias Haris sang waitress yang sangat sopan itu?” Farah masih berbicara kepada ponselnya meskipun kini mereka sudah saling bertatapan. Melihat orang yang berada di depannya ini terkaget dan tiba-tiba tersenyum Farah berpikir bahwa perkiraannya tidak meleset. Ya, sang pengagum rahasia itu adalah Mr. Heikal Pradipta sang pemilik cafe yang setiap hari  Farah singgahi, yang akhir-akhir ini selalu menyamar menjadi waitress yang bernama Haris.

*** end***

Cerita ini hanya karangan semata, jika ada kesamaan tokoh, nama dan tempat. mungkin itu hanya perasaan mas atau mbaknya saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar