Pagi ini tak seperi
hatiku yang sangat mendung, awan seakan bergerak lincah seakan menertawakan
makluk rapuh yang berjalan gontai di bawah sang mentari yang tersenyum
semu. Mungkin semua rumput yang ia injak
akan bertanya-tanya mengapa makhluk ini tiba-tiba menekukkan lehernya berarah
ke tanah.
“ya.... tungguin aku
dong!” tiba-tiba teriakan itu mengagetkan lamunan yang tak kunjung berakhir
ini.
“ayooo . . . “dengan
malas aku pun menjawabnya.
Sebenarnya aku lebih
ingin berjalan sendiri, menekukkan leher seakan mencari sesuatu yang hilang di
atas rumput, namun jika aku berjalan
dengannya mungkin setidaknya akan lebih membuatku ceria walaupun itu sesaat.
selama di perjalanan menuju kampus Mela tetap seperti yang dulu, ceria dan selalu membuat aku tertawa dengan kekonyolannya ketika aku bersamanya, namun itu hanya sesaat, karena saat ini pikiranku masih tertuju pada hatiku.
selama di perjalanan menuju kampus Mela tetap seperti yang dulu, ceria dan selalu membuat aku tertawa dengan kekonyolannya ketika aku bersamanya, namun itu hanya sesaat, karena saat ini pikiranku masih tertuju pada hatiku.
“ya aku harus ke
perpus dulu, mau ikut ga? Kamu duluan aja lah!”begitulah ujar Mela tiba-tiba.
“okelah kalo begitu” jawabku
singkat.
Lamunanku yang tadi
sempat tertunda kembali kulanjutkan, beribu pertanyaan kepada hati ini telah ku
lontarkan, namun tetap saja tak satupun ia mampu menjawabnya.
“andai saja kisah
cintaku ini berakhir seperti cerita ftv !”
“atau seperti
cerita-cerita dongen ketika harus ada pangeran yang mencintai perempuan yang
buruk rupa?,”
“hmmmh . .. sekali lagi itu hanya hayalan”
Pikiranku masih
tertuju pada peristiwa setahun yang lalu, “aku nyesel harus kenal sama kamu,
kenapa sich kita tu harus kenal? Kalo ga kenal kan aku ga akan suka sama kamu?”pertanyaan
itu selalu aku lontarkan pada diri sendiri yang berarti sebuah penyesalan.
“yah aku sangat
mencintainya” begitulah ujarnya sambil menangis di atas bantal sepulangnya ia
kuliah
“tapi kapan kamu akan
sadar kalo aku sayang sama kamu” begitulah kata-kata di sela-sela isak tangisnya
“dengan seenaknya kamu
memberikan harapan-harapan itu padaku, kemudian dengan seenaknya pula tiba-tiba
kamu bilang aku sedang mencintai dia”
“kamu itu sengaja
mempermainkan hati aku? Atau memang kamu tidak peka terhadap apa yang aku
rasakan?”
Isakkan itu kini
berakibat kepada bantal yang aku gunakan semakin basah
“aku lelah harus
mencintaimu”
“aku hanya ingin bisa
melupakanmu sepenuhnya”
“aku harus bisa tau
diri, bahwa aku dan kamu itu bagaikan punguk merindukkan bulan”
“ini bukan ftv yang
kemudian dia tiba-tiba mencintaiku, tapi ini kehidupan nyata”
“maaf jika aku pergi
secara tiba-tiba, bukan karena aku membencimu, namun karena aku ingin bahagia
tanpa ada rasa cinta kepadamu” begitulah ujarnya di ujung isakannya
Tiba-tiba pintu kosan
ku secara sengaja di pukul-pukul oleh seseorang di luar sana
“alyaaaaaa . . . .
ayoooo mau ikut makan di luar ga??? “ begitulah teriakan diluar yang cukup
mengagetkanku.
“ayooooo . . . bentar
yah mau ganti baju dulu”begitulah jawabku seperti biasa
“okehhh ga pake lama
yah . . .”
Dan seperti itulah
kisahku hari ini . . . ^,~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar