Sabtu, 22 Maret 2014

Cerpen (Judulnya Bingung)


 “Tolong buka pintunya Zema....aku minta maaf” Alfred masih berteriak di depan pintu kayu yang tertutup.
Sementara di bagian dalam ruangan itu Wira masih tercenung kaget melihat Zema yang tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kamar kosannya sambil menangis. Wira merupakan sahabat Zema semenjak kecil  jadi dia tahu betul alasan mengapa Zema menangis.
“Dengan perempuan mana lagi dia berselingkuh Zema?” Wira mencoba bertanya kepada Zema sambil tangannya terus mengusap-ngusap kepala Zema yang masih menutupi wajahnya dengan bantal.
“Bicaralah Zema, masalah tidak akan selesai dengan kamu tetap diam seperti ini” Wira mencoba menasihati Zema, dalam hatinya ingin sekali ia menghajar siapapun yang berani mencoba menyakiti sahabatnya ini.
Zema masih menangis tanpa menghiraukan perkataan Wira dan teriakan-teriakan dari luar. Masih perih rasa hatinya, masih terbayang oleh matanya ketika melihat Alfred sedang duduk bermesraan di bangku taman kampus dengan seorang gadis belia yang bahkan masih menggunakan seragam sekolah putih abu-abunya.
“Suruh dia pergi,  Aku tidak ingin melihat wajah busuknya lagi !” akhirnya Wira mendengar suara Zema meskipun masih terdengar kesakitan dalam nada suaranya. Bagi Wira dengan hanya mendengar suara Zema pun itu sudah cukup baginya untuk menyimpulkan bahwa Zema akan baik-baik saja bersamanya. Sekarang yang tinggal Wira urus adalah cecunguk tengik yang masih terus menggedor-gedor pintu kosannya.

****

 “Zema tolong aku minta maaf! Beri aku kesempatan untuk menjelaskannya, ini semua salah paham” kini teriakan Alfred yang masih berdiri di luar pintu itu sudah dibarengi dengan gedoran keras.
Sesaat Alfred terdiam ketika ia mendengar suara gerendel pintu yang akan dibuka, ia sangat berharap sekali Zema mau mendengarkan penjelasannya kali ini, di pasang muka  memelas seperti biasa agar Zema semakin percaya kepadanya. Orang yang berada dalam kamar itu pun keluar, Alfred langsung mendekat untuk menggenggam tangan kekasihnya itu. Namun, ketika ia mendongakkan kepalanya bukan wajah cantik jelita miliki kekasihnya itu yang ia lihat, tetapi wajah seorang laki-laki yang dikenal sebagai sahabat kekasihnya itulah yang keluar dengan menampakkan rahang yang mengeras dan kobaran dari mata yang penuh amarah.
Ditepisnya lengan Alfred yang mencoba menyentuh pintu untuk membukanya oleh Wira. Ingin sekali Wira menonjok muka bajingan di depannya ini, namun ia harus mengendalikan dirinya agar tidak menimbulkan keributan.
“Pergilah, Zema tidak ingin bertemu denganmu.” Ucap Wira mencoba menahan amarahnya sedatar mungkin
“Aku harus berbicara dengan Zema, Wir. Tolong bantu aku, kamu adalah sahabat terbaik Zema” Alfred mencoba memelas kepada Wira, namun Wira tak pernah menghiraukannya sedikitpun.
“Pergilah, sebelum aku lepas kendali untuk menghabisimu sekarang juga” jawab Wira sambil menggertakan giginya.
Dilihatnya Alfred yang mencoba untuk memelas lagi, namun dengan tatapan tajam dari Wira, Alfred pun pergi tanpa bicara. Wira kembali masuk ke kamarnya untuk menemui Zema. Dilihatnya Zema yang kini sudah lebih tenang setelah meminum teh hangat yang dibuatkan oleh Wira sesaat sebelum Wira memasuki kamarnya.

*****

“Sekarang, apakah sudah mau bercerita?” tanya Wira perlahan kepada Zema, yang dibalas hanya dengan anggukan kepala Zema. Mengalirlah cerita yang dialami Zema tadi sore mengenai apa yang dilihatnya.
“Sudah kubilang Zema, buaya busuk itu sudah seharusnya kau tinggalkan semenjak dua tahun yang lalu.”
“Tapi dulu aku mencintainya, Wira!” jawab Zema dengan mulai mengeluarkan air matanya lagi.
“Walaupun sudah diselingkuhi beberapa kali? Berapa banyak hati yang kau miliki sebenarnya?” Wira mulai geram menasihati Zema, ia berbicara sambil berjalan bolak-balik dalam kamarnya, sementara Zema masih duduk memeluk bantal pisang yang dulu pernah Zema berikan kepada Wira sebagai hadiah ulang tahunnya dua tahun yang lalu.
“Ya, aku tahu kemarin-kemarin aku memang bodoh karena terus mempercayainya, tapi aku janji sekarang ini adalah yang terakhir, aku tidak akan pernah termakan oleh omongan Alfred lagi.”
“Sudah sepuluh kali aku mendengar kalimat yang sama itu dari mulutmu.” Wira mencemooh perkataan Zema. Zema hanya terdiam mendengar perkataan Wira yang memang itulah kebenarannya.
“Ya, aku janji ini untuk terakhir kalinya kau mendengar kalimat itu” Zema berbicara seakan memohon kepada Wira, entahlah sebenarnya Zema pun tak mengerti mengapa ia harus memohon.
“kita lihat saja nanti” jawab Wira seperti biasanya.
Malam itupun berakhir setelah Wira mengantar Zema pulang kerumahnya.

*****

Matahari tepat sembilan puluh derajat di atas tanah yang dipijak oleh Wira. Peluh dan keringat membasahi tubuhnya yang sedang berjalan menuju kantin kampus. Di sanalah ia akan menemui Zema yang sedari tadi menunggunya, entah kabar apa yang membuat Zema terdengar bahagia ketika meneleponnya tadi. Dari jauh Zema sudah melambai-lambaikan tangannya ke arah Wira agar Wira mendekat ke tempat duduk yang telah Zema pesan.
“Wira, disini!” teriak Zema kepadanya
“Duduk Wir, aku sedang bahagia sekarang, jadi aku sudah memesankan es kelapa muda kesukaanmu” Zema kembali berbicara dengan nada riang seperti biasa yang Wira kenal, sedangkan Wira hanya menjawab dengan mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum, kemudian duduk dan meminum es kelapa muda yang memang pas untuk Wira yang sedang kepanasan dan kehausan.
“Wira, aku udah balikan lagi sama Alfred tadi pagi.” Wajah Zema yang berseri-seri langsung terkena semburan dari es kelapa yang sedari tadi diminum oleh Wira.
“apa?” tanya wira sambil mengerutkan keningnya mendalam tanpa menghiraukan Zema yang mengomel karena wajahnya bercucuran air kelapa muda.
“Ya, ternyata kita salah paham Wira, aku juga salah karena tidak mendengar penjelasannya terlebih dahulu, ternyata gadis SMA itu adalah sepupu Alfred, bahkan nanti aku mau dikenalkan dengan semua keluarga Alfred agar aku kenal dengan mereka juga, katanya itu bukti bahwa dia serius sama aku” Zema berbicara dengan nada ceria yang menggebu-gebu.
“Hemmmh” hanya itu jawaban Wira sambil mengaduk-ngaduk es kelapanya dengan tambah tidak bersemangat.
“Ko Cuma hemmh doang sih jawabannya? Ga bakal ngasih selamat?” tanya Zema manja
“Aku tidak pernah percaya dengan omongan buaya busuk itu” jawab Wira dengan serius
“Tapi kamu percaya sama aku kan? karena aku percaya sama Alfred.” timpal Zema sambil tersenyum manis kepada Wira. Kalau sudah senyuman mautnya itu yang Zema keluarkan kepada Wira, Wira tidak akan mampu lagi menghancurkan kebahagiaan  Zema dengan segala opininya kali ini. Dan pembicaraan mereka pun mengalir lagi dengan normal.
“Wir, kamu tau Lusi kan sahabat aku di kampus?” tanya Zema tiba-tiba
“Iya, kenapa? Jangan bilang kamu mau menjodohkan aku dengan dia?” jawab Zema yang sudah mulai mengerti jalan pikiran sahabat yang sudah dikenalnya sejak kecil ini.
“Lusi baik Wira, dia cantik, manis, setia kawan, pintar lagi, apalagi yang kurang coba?” Zema mempromosikan sahabatnya itu kepada Wira yang sudah lama menyendiri tanpa pasangan.
“Ini nih, di sini rasanya kosong” jawab Wira sambil menepuk-nepuk dada sebelah kirinya.
Zema melihat Wira seperti sedih, mungkin Zema pikir Wira teringat lagi mantan pacarnya yaitu Dina yang meninggal karena penyakit leukemia yang tidak tertolong sehingga meninggal dunia di usia mudanya.
“Jalan-jalan yu... aku pengen mentraktir kamu nonton, katanya ada film bagus” sengaja Zema mengajak Wira jalan-jalan untuk menghiburnya agar tidak sedih lagi.
“okay” jawab Wira pendek sambil kemudian menghabiskan minumannya.

*****

Seperti tujuan utama mereka, Wira dan Zema menonton film yang Wira pilihkan, meskipun awalnya Zema tidak mau diajak menonton film Action tapi mengingat tujuan Zema membawa Wira kemari adalah untuk menghibur Wira akhirnya Zema menurut ketika di bawa masuk ke dalam gedung bioskop itu, pada akhirnya Zema hanya duduk, menutup mata dan telinga walaupun filmnya baru akan mulai, hal itu membuat Wira menertawakannya dengan keras sampai wajah Zema memerah menahan malu.
“Sampai kapan kamu akan menertawakan aku Wira?” tanya Zema sambil cemberut kearah wira yang masih saja menahan perutnya sambil tertawa tanpa menjawab pertanyaan dari Zema.
“Berhenti Wira, aku sudah cukup malu” Zema menyuruh wira lagu untuk diam hingga kali ini Wira berhenti untuk menertawakannya.
“Iya, sorry, sorry, haha.” Jawab Wira sambil menggandeng tangan Zema.
“Makan yu, tapi kamu yang traktir.” Pinta Zema kepada Wira sambil mengeluarkan senyuman maut milik Zema.
“Iya, ayo, di sana aja” jawab Wira sambil menunjuk ke food court yang berada didepannya. Wira memang selalu mengabulkan permintaan apapun yang Zema inginkan.
Sesaat mereka duduk sambil memilih-milih makanan yang akan mereka makan, sambil menunggu makanan tiba seperti biasa mereka mengobrol tak tentu arah, entah bagaimana selalu ada saja yang bisa mereka bicarakan entah itu isu masalah politik bahkan mengenai gosip para artis. Obrolan mereka hanya sesekali terganggu oleh para waitress yang membawakan pesanan mereka. Kini segelas jus strowbery berada di depan Wira, sedangkan segelas jus alpukat dan nasi goreng telah berada di depan Zema, Wira masih celingukan menunggu pesanan makanannya datang, hingga matanya tertuju pada satu titik, di mana ada seorang laki-laki berbaju merah yang sedang merangkul pasangannya.
“kenapa Wira?” tanya Zema mengganggu konsentrasinya
“Lihat arah jam dua” jawab Wira ke Zema yang langsung ditanggapi Zema dengan segera berdiri setelah melihat objek yang di tunjukan oleh Wira.
“Ayo, aku ingin memberikan pelajaran” dibawanya segelas jus alpukat yang baru sedikit diminumnya mendekati kepala laki-laki berbaju merah itu, Wira mengikuti Zema untuk melindunginya.

*****

“Sayang tau ga, Cuma kamu yang bisa membuat hati aku sebahagia ini” Alfred berbisik ketelinga seorang perempuan di sampingnya yaitu bernama Lusi yang tangannya ia genggam.
“Ohya?” tanya Lusi dengan berbinar.
“Tentu, dari semua mantan-mantan pacar aku, Cuma kamu yang paling lucu, manis dan cantik” Lusi semakin berbunga-bunga menerima pujian dari Alfred. Mereka berdua bertindak seperti pasangan –pasangan kasmaran pada umumnya. Saling menumpahkan pujian dari satu ke yang lainnya.
“Kamu juga manis Alfred” puji Lusi kepada Alfred sambil kepalanya ia sandarkan ke dada Alfred.
“Nih, biar kamu tambah manis” tiba-tiba seorang telah berani mengguyur muka Alfred dengan Jus Alfukat yang membuat Alfred berbalik geram.
“Hey siapa  kamu?” tanyanya tanpa memandang orang yang berdiri di depannya sambil sibuk membersihkan wajah dan baju merahnya yang kini menjadi kotor. Ketika Alfred mendongakkan wajahnya dan menatap dua orang yang sekarang ada di depannya itu ia terkaget, ternyata berdiri di sana seorang wanita yang cantik dan sangat dikenalnya bersama laki-laki tampan di sampingnya siap menghajar wajah Alfred.

*****

Hari kini sudah senja, namun Zema masih tidak ingin berpindah dari tempat duduknya di taman ini. Setelah memergoki Alfred sedang menyelingkuhinya lagi, yang bahkan sekarang selingkuhan Alfred adalah Lusi sahabat dekat Zema sendiri. Sekarang Zema berpikir mengenai pernyataan Alfred terakhir kali mengenai gadis SMA yang terakhir kali diselingkuhinya adalah sepupunya merupakan kebohongan juga. Seharusnya Zema percaya akan perkataan Wira sedari awal. Wira masih setia duduk di samping Zema yang sedari tadi hanya terdiam memandang danau.
“Terimakasih Wira” Ucap Zema tiba-tiba, Wira hanya menjawab dengan senyuman.
“kamu tidak menangis?” Tanya Wira kepada Zema dengan hati-hati.
Wira merasa heran melihat Zema yang tidak mengeluarkan air matanya. Biasanya ia menangis lama di kamar Wira selama beberapa jam, namun kali ini Wira tak melihat setitik pun air mata di pipi Zema.
“Untuk apa?” jawab Zema. Wira kembali terdiam kembali mendengar pertanyaan Zema.
“Terimakasih Wira untuk mau berakting pura-pura mencintaiku tadi” ucap Zema sambil menghadap kearah Wira. Sesaat Wira terdiam memikirkan sesuatu. Sesuatu yang sejak dulu mengganjal di hati Wira, entah sejak kapan Wira pun tak tahu tepatnya kapan. Dia harus mengeluarkan segala ganjalan hatinya sekarang, entah momennya tepat atau tidak, Wira berpikir keluarkan sekarang atau tidak sama sekali.
“Aku tidak pernah pura-pura mencintaimu Zema”  jawab Wira serius.
“Ya, aku tahu itu, kamu selalu mencintaiku sebagai sahabatku sedari dulu” jawab Zema sambil tersenyum manis kearah Wira.
“Tidak Zema, bukan cinta sebagai sahabat yang berada di sini, tapi cinta yang ada di sini jauh lebih dari sahabat” ucap Wira sambil menepuk dada sebelah kirinya.
“Aku mencintaimu Zema, entahlah sejak kapan, mungkin semenjak kau pertama kali menangis di kamar kos ku karena diselingkuhi.” Tambah Wira bersungguh-sungguh. Tak ada humor dalam setiap katanya.
Zema yang mendadak mendapat pernyataan seperti itu dari Wira tidak bisa mengatakan apa-apa, mungkin kaget, itu yang bisa digambarkannya. Mulut Zema seakan mendadak membisu. Matanya masih melongo menatap mata Wira yang menatap balik lebih tajam ke dalam mata Zema.

***end***

*mungkin ada yang mau memberi masukan kira-kira judulnya seperti apa???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar