“Ronald Pramudya Putra, seorang model
ternama yang mengawali kariernya melalui cover boy suatu majalah remaja kini
sudah merambat ke dalam dunia model yang berjalan di atas catwalk dan kini sudah terbiasa untuk memamerkan
rancangan dari para desainer ternama. Wajah yang luar biasa tampan menjadi suatu
alasan yang lazim mengapa para wanita
berlomba-lomba mendapatkan perhatiannya. tapi siapakah kekasih Ronald Pramudya sesungguhnya?”
Segera kulemparkan
majalah yang tadinya berada dalam tanganku. Berniat merubah mood yang buruk
dengan membaca majalah malah membuatku tambah buruk. Apa yang sebenarnya para
wartawan itu inginkan? mengapa mereka selalu ingin tahu kehidupan pribadiku? Terserah
siapa pun kekasihku nanti seharusnya mereka tidak pernah ikut campur. kusandarkan kepala ku pada kursi lalu
kupejamkan mata untuk menenangkan diri.
Tiba-tiba
dalam pikiranku terpampanglah wajah dia yang menarik perhatianku beberapa hari
ini, kulit yang putih bersih, wajah yang menarik, hidung yang mancung, tatapan
mata yang indah, dan bibir itu selalu dihiasi dengan senyuman, ahh, bibirnya,
ingin sekali aku mencium bibir itu . . .
“Ronald,
bangun. Ayo pemotretannya akan segera dimulai .” mimpiku yang indah tentangnya
langsung hilang digantikan oleh suara manajerku Rima dengan suara cemprengnya.
Kadang aku
merasa kesal kepada Rima yang sering menggangguku dengan suara cemprengnya,
tapi dibalik itu Rima selalu memperhatikan aku dari mulai aku bangun tidur
sampai tidur lagi, mengurus semua makananku yang hidup sehat, apalagi mengurus
semua jadwalku yang segunung yang pastinya itulah pekerjaannya, tapi di luar
pekerjaan itu, Rima adalah orang yang nyaman diajak berbicara tentang apapun, dialah tempat untuk mencurahkan hatiku
selama ini, tetap sabar dengan apapun yang aku keluhkan, dan masih setia
menjadi manajerku meskipun aku sering mengomel padanya. Melihat aku yang masih
saja terduduk di kursi santai Rima kembali berbicara dengan cempreng.
“Ronald ayo
cepat, kamu belum ganti baju!.”
“Yes, okay. Bisakah
kamu berhenti bicara dengan suara cempreng seperti itu?” tanyaku sambil
berjalan melewatinya menuju tempat ganti baju tanpa menunggu jawabannya karena
aku yakin Rima tidak akan mampu memenuhinya.
Sampai sore
kuhabiskan waktu dengan pemotretan di taman kota. Meskipun aku ingin segera
pemotretan ini cepat berakhir karena model baru yang bernama Gladys Alicia
itu selalu mendekatiku dengan kecentilan,
namun aku harus memenuhi kontrak yang sudah kutandatangani jika tidak ingin
dituntut ke pengadilan.
*****
Di sinilah aku,
duduk dibalik kemudi sebuah mobil yang sengaja aku parkir di bawah sebuah pohon
rindang di depan sebuah mini Market tempatnya bekerja. Ya, dia orang yang
kutaksir itu bekerja di mini Market menjadi salah satu kasir di sana. Menurut peninjauan
ku beberapa Minggu terakhir ini seharusnya jam kerjanya akan dimulai 10 menit
lagi namun hari ini dia tumben belum datang dengan motor maticnya. Mungkin aku harus menunggu sebentar lagi.
Benar saja tak
lama dia datang, namun kali ini tidak bersama dengan motor matic merah yang
biasa ia pakai. Kali ini ia diantar oleh laki-laki yang cukup matang dalam
umurnya, tapi kalau maslah tampang, jelas aku pemenangnya jika dibandingkan, aku
sungguh cemburu melihatnya, namun tak lama setelah turun dari motor itu dan
mengembalikan helm yang telah ia pakai ia memberikan uang kepada laki-laki itu.
ahh... aku baru sadar, laki-laki itu adalah tukang ojeg, tak sepantasnya aku
cemburu. Cinta telah menutup mataku menjadi penuh cemburu.
Setelah tiga
puluh menit yakin bahwa dia sudah mulai bertugas dengan menjadi kasir di mini Market
itu aku pun masuk berpura-pura membeli sesuatu. Seperti biasa setiap kali aku
ke mini Market ini aku pasti berkeliling dengan lama padahal tujuanku adalah
curi-curi pandang dengan dia, memperhatikan dari jauh wajah itu, dan suaranya
yang selalu ramah, kadang beberapa kali mata kami bertemu, dan dia selalu
langsung tersenyum padaku yang tentu akan aku balas senyuman itu, kalau bisa
aku ingin sekali memasukan senyuman itu ke dalam video agar aku masih bisa melihat
senyumannya walaupun aku sedang berada di luar kota dengan kesibukanku.
“Ada yang lain
lagi mas?” tanyanya dengan suara merdu di telingaku ketika aku berada di depannya
yang kini sedang bertugas melayaniku sebagai kasir.
“Tidak ada, cukup.”
Itulah jawabanku setiap kali ditanya seperti itu. lidahku seakan kelu ketika
berada di hadapannya, padahal dari jauh-jauh hari aku ingin sekali berbicara
banyak dengannya, berkenalan secara langsung saling menyebutkan nama, namun
sampai kini aku hanya mengetahui namanya sebatas dari kartu pengenal yang selalu
tergantung pada baju seragamnya.
“Terimakasih
sudah belanja di mini Market kami” ucapnya sambil memberikan uang kembalian beserta
struk belanja.
Aku hanya
menjawab dengan senyuman, tentu senyuman mautku yang selalu ku pancarkan agar
ia juga tertarik padaku. Mungkin aku harus meminta bantuan Rima untuk bisa
berkenalan dengannya, Rima selalu memiliki cara penyelesaian untuk setiap
masalah-masalahku. Segera ku hubungi Rima sesaat setelah aku keluar dari pintu
mini Market itu.
“Rim, aku butuh
bantuanmu, ada yang ingin aku bicarakan.” Ucapku cepat seperti biasa tanpa
bertele-tele setelah mendengar bahwa dia sudah mengangkat teleponnya.
“Iya, aku
juga, ada yang ingin aku bicarakan padamu” ucap Rima lembut, tidak cempreng
seperti biasanya.
“Okay, kita
bertemu di cafe Daun Pelangi 30 menit
lagi.” segera kututup telepon tanpa menunggu jawaban darinya, karena aku yakin
jawabannya pasti “okay”.
*****
Rima ternyata
sudah sampai lebih dulu di cafe itu, ia duduk di pojok dalam ruangan, tak
seperti biasanya Rima yang cempreng dan suka berteriak-teriak aneh ketika
melihatku dari jauh kini dia hanya tersenyum manis kepadaku, dan lihat pakaian
yang ia gunakan, tak biasanya ia menggunakan dress berwarna pink pucat seperti
ini. Biasanya dia menggunakan kemeja longgar dibalut dengan jaket yang pernah
kubelikan sebagai hadiah ulang tahunnya tahun lalu.
“Hey sorry,
tadi terkena macet, ada yang kecelakaan dijalan” ucapku santai seperti biasanya.
“Iya, tidak
apa-apa” lihat, tidak biasanya dia bertingkah lembut seperti ini. Tapi aku
tidak mempermasalahkan itu, toh dia akan menjadi perempuan yang lebih baik
dengan bertingkah seperti itu.
“Ada yang
ingin aku bicarakan, dan aku butuh bantuanmu” segera kuutarakan maksudku
menemuinya cepat.
“Iya, aku juga
ada yang mau aku bicarakan.” Ucap Rima seperti ragu-ragu.
“Sepertinya
apa yang kamu akan ucapkan lebih penting, sampai membuatmu berubah seperti ini,
kamu katakanlah lebih dulu.”
Bukannya langsung
mengatakannya Rima malah meremas-remas ujung bajunya, terlihat sekali dia ragu-ragu.
“Katakanlah
Rima.” Ucapku sambil mencoba menyentuh tangannya agar berhenti meremas ujung
bajunya.
“Aku suka sama
kamu, aku cinta sama kamu, aku mencoba untuk tidak mencintaimu karena aku tahu
kamu terlalu tampan untuk aku, tapi aku tidak bisa menahan perasaan itu, aku
ingin kamu jadi kekasih aku, apakah.... apakah kamu mau jadi pacarku?” ucapnya
cepat dengan mata seperti ingin menangis. Aku hanya melongo mendengar semua
ucapannya. Tak pernah menyangka sedikit pun ia akan memiliki perasaan itu ke
padaku, karena aku hanya menganggapnya sebagai sahabat bahkan saudara, tidak
lebih dari itu.
“Rima, maafkan
aku.” aku mulai berbicara sambil ku mencoba menggenggam tangannya.
“Rima, jujur
terima kasih kamu selalu memperlakukan ku dengan baik, memberikan perhatianmu
sepenuhnya kepadaku, telah mencintaiku, aku juga mencintaimu tapi hanya sebatas
sebagai sahabat dan sebagai saudara, tidak lebih dari itu, aku sudah memiliki
orang yang aku sukai, aku cintai sepenuh hatiku, untuk itulah tujuanku
menemuimu karena aku membutuhkanmu untuk membantuku agar aku bisa berkenalan
dengannya, maafkan aku Rima.” Ucapku masih terus menggenggam tangannya.
Setelah Rima menerima
semua permintaan maafku karena tidak bisa menerima dia menjadi pacarku, rima
bertingkah seperti semula yang dulu ku kenal, suara cemprengnya kembali
menghiasi setiap perkataannya. Aku menceritakan segalanya tentang orang yang
aku taksir, tentang di mana ia bekerja, dan bagaimana wajah orang yang kutaksir
itu terutama senyuman manisnya tentu saja ku ceritakan juga. Dan Rima tentu
saja siap membantuku. Kita janji akan bertemu besok di tempat yang sudah kami
janjikan untuk mengantarku berkenalan secara resmi untuk bertemu dengan orang
yang ku taksir sang kasir mini Market.
*****
Sinar matahari
yang terik tidak menyurutkanku untuk menjalankan rencana agar aku bisa
berkenalan dengannya. Rima sudah berada di sampingku yang duduk dibalik kemudi.
Sekarang aku yang malah merasa sangat nervous. Berdasarkan pemantauanku, aku sudah
tahu bahwa dia sudah mulai bertugas menjadi kasir semenjak satu jam yang lalu. Beberapa
kali Rima mengajak aku agar segera turun untuk menemuinya, tak seperti
hari-hari sebelumnya ketika aku menemuinya sendiri, namun hari ini aku sangat
gugup.
Dan setelah tanganku
ditarik-tarik seperti anak kambing oleh Rima, di sinilah aku berada, di depan
pintu mini Market bersama Rima yang celingukan mencari seseorang yang sudah aku
ceritakan. Kami berdua akhirnya masuk berpura-pura mencari sesuatu di dalam
mini Market.
“Ronald, mana orang yang kamu taksir itu?” tanya Rima dibalik rak tinggi yang penuh
bermacam-macam mie instan.
“Itu yang
berdiri di sana, di meja kasir” jawabku sambil berbisik di samping Rima.
“Aku tidak
melihatnya, mana orang yang bernama Fitri itu yang membuat kamu bertingkah
seperti ini?” ucap Rima tak kalah berbisik.
“Itu orang
yang berdiri sendiri di sana.” Tunjukku kepada Fitri yang memang sedang berdiri
sendiri sambil sesekali tersenyum kepada pelanggan.
“Ronald, jadi
orang itu yang bernama Fitri? Jadi orang itu yang kamu cintai selama ini?”
tanya Rima yang kali ini bertampang serius dan kaget.
“Iya, dia
orangnya.” Jawabku pendek sambil ku anggukan kepalaku.
“Bukankah
namanya Fitri?” Rima masih bertanya heran.
“Iya, namanya
Fitri, tepatnya namanya Fitriyanto.” Ucapku sambil menunduk.
“Ronald, are
you GAY....???” teriak Rima sambil mulutnya masih terbuka dengan wajah masih
melongo penuh kekagetan. Dan yang kubisa lakukan hanya menunduk menanggapi
teriakannya.
***end***
Cerita ini hanya karangan semata, jika ada
kesamaan tokoh, nama dan tempat kejadian, mungkin itu hanya perasaan mas atau mbak nya saja ...;)
Rupanya gayyy...g nyangka..
BalasHapushihi...iya sist,
BalasHapusmakasi udah mau baca... BigHug^^
i like it.. ^_^
BalasHapusterinakasih . . . #BigHug^^
Hapus