Senin, 24 Maret 2014

oohh, no!



“Ronald Pramudya Putra, seorang model ternama yang mengawali kariernya melalui cover boy suatu majalah remaja kini sudah merambat ke dalam dunia model yang berjalan di atas catwalk  dan kini sudah terbiasa untuk memamerkan rancangan dari para desainer ternama. Wajah yang luar biasa tampan menjadi suatu alasan yang lazim mengapa  para wanita berlomba-lomba mendapatkan perhatiannya. tapi siapakah kekasih Ronald Pramudya sesungguhnya?”




Segera kulemparkan majalah yang tadinya berada dalam tanganku. Berniat merubah mood yang buruk dengan membaca majalah malah membuatku tambah buruk. Apa yang sebenarnya para wartawan itu inginkan? mengapa mereka selalu ingin tahu kehidupan pribadiku? Terserah siapa pun kekasihku nanti seharusnya mereka tidak pernah ikut campur.  kusandarkan kepala ku pada kursi lalu kupejamkan mata untuk menenangkan diri.
Tiba-tiba dalam pikiranku terpampanglah wajah dia yang menarik perhatianku beberapa hari ini, kulit yang putih bersih, wajah yang menarik, hidung yang mancung, tatapan mata yang indah, dan bibir itu selalu dihiasi dengan senyuman, ahh, bibirnya, ingin sekali aku mencium bibir itu . . .
“Ronald, bangun. Ayo pemotretannya akan segera dimulai .” mimpiku yang indah tentangnya langsung hilang digantikan oleh suara manajerku Rima dengan suara cemprengnya.
Kadang aku merasa kesal kepada Rima yang sering menggangguku dengan suara cemprengnya, tapi dibalik itu Rima selalu memperhatikan aku dari mulai aku bangun tidur sampai tidur lagi, mengurus semua makananku yang hidup sehat, apalagi mengurus semua jadwalku yang segunung yang pastinya itulah pekerjaannya, tapi di luar pekerjaan itu, Rima adalah orang yang nyaman diajak berbicara tentang  apapun, dialah tempat untuk mencurahkan hatiku selama ini, tetap sabar dengan apapun yang aku keluhkan, dan masih setia menjadi manajerku meskipun aku sering mengomel padanya. Melihat aku yang masih saja terduduk di kursi santai Rima kembali berbicara dengan cempreng.
“Ronald ayo cepat, kamu belum ganti baju!.”
“Yes, okay. Bisakah kamu berhenti bicara dengan suara cempreng seperti itu?” tanyaku sambil berjalan melewatinya menuju tempat ganti baju tanpa menunggu jawabannya karena aku yakin Rima tidak akan mampu memenuhinya.
Sampai sore kuhabiskan waktu dengan pemotretan di taman kota. Meskipun aku ingin segera pemotretan ini cepat berakhir karena model baru yang bernama Gladys Alicia itu  selalu mendekatiku dengan kecentilan, namun aku harus memenuhi kontrak yang sudah kutandatangani jika tidak ingin dituntut ke pengadilan.

*****
Di sinilah aku, duduk dibalik kemudi sebuah mobil yang sengaja aku parkir di bawah sebuah pohon rindang di depan sebuah mini Market tempatnya bekerja. Ya, dia orang yang kutaksir itu bekerja di mini Market menjadi salah satu kasir di sana. Menurut peninjauan ku beberapa Minggu terakhir ini seharusnya jam kerjanya akan dimulai 10 menit lagi namun hari ini dia tumben belum datang dengan motor maticnya.  Mungkin aku harus menunggu sebentar lagi.
Benar saja tak lama dia datang, namun kali ini tidak bersama dengan motor matic merah yang biasa ia pakai. Kali ini ia diantar oleh laki-laki yang cukup matang dalam umurnya, tapi kalau maslah tampang, jelas aku pemenangnya jika dibandingkan, aku sungguh cemburu melihatnya, namun tak lama setelah turun dari motor itu dan mengembalikan helm yang telah ia pakai ia memberikan uang kepada laki-laki itu. ahh... aku baru sadar, laki-laki itu adalah tukang ojeg, tak sepantasnya aku cemburu. Cinta telah menutup mataku menjadi penuh cemburu.
Setelah tiga puluh menit yakin bahwa dia sudah mulai bertugas dengan menjadi kasir di mini Market itu aku pun masuk berpura-pura membeli sesuatu. Seperti biasa setiap kali aku ke mini Market ini aku pasti berkeliling dengan lama padahal tujuanku adalah curi-curi pandang dengan dia, memperhatikan dari jauh wajah itu, dan suaranya yang selalu ramah, kadang beberapa kali mata kami bertemu, dan dia selalu langsung tersenyum padaku yang tentu akan aku balas senyuman itu, kalau bisa aku ingin sekali memasukan senyuman itu ke dalam video agar aku masih bisa melihat senyumannya walaupun aku sedang berada di luar kota dengan kesibukanku.
“Ada yang lain lagi mas?” tanyanya dengan suara merdu di telingaku ketika aku berada di depannya yang kini sedang bertugas melayaniku sebagai kasir.
“Tidak ada, cukup.” Itulah jawabanku setiap kali ditanya seperti itu. lidahku seakan kelu ketika berada di hadapannya, padahal dari jauh-jauh hari aku ingin sekali berbicara banyak dengannya, berkenalan secara langsung saling menyebutkan nama, namun sampai kini aku hanya mengetahui namanya sebatas dari kartu pengenal yang selalu tergantung pada baju seragamnya.
“Terimakasih sudah belanja di mini Market kami” ucapnya sambil memberikan uang kembalian beserta struk belanja.
Aku hanya menjawab dengan senyuman, tentu senyuman mautku yang selalu ku pancarkan agar ia juga tertarik padaku. Mungkin aku harus meminta bantuan Rima untuk bisa berkenalan dengannya, Rima selalu memiliki cara penyelesaian untuk setiap masalah-masalahku. Segera ku hubungi Rima sesaat setelah aku keluar dari pintu mini Market itu.
“Rim, aku butuh bantuanmu, ada yang ingin aku bicarakan.” Ucapku cepat seperti biasa tanpa bertele-tele setelah mendengar bahwa dia sudah mengangkat teleponnya.
“Iya, aku juga, ada yang ingin aku bicarakan padamu” ucap Rima lembut, tidak cempreng seperti biasanya.
“Okay, kita bertemu di cafe Daun Pelangi 30 menit lagi.” segera kututup telepon tanpa menunggu jawaban darinya, karena aku yakin jawabannya pasti “okay”.

*****

Rima ternyata sudah sampai lebih dulu di cafe itu, ia duduk di pojok dalam ruangan, tak seperti biasanya Rima yang cempreng dan suka berteriak-teriak aneh ketika melihatku dari jauh kini dia hanya tersenyum manis kepadaku, dan lihat pakaian yang ia gunakan, tak biasanya ia menggunakan dress berwarna pink pucat seperti ini. Biasanya dia menggunakan kemeja longgar dibalut dengan jaket yang pernah kubelikan sebagai hadiah ulang tahunnya tahun lalu.
“Hey sorry, tadi terkena macet, ada yang kecelakaan dijalan” ucapku santai seperti biasanya.
“Iya, tidak apa-apa” lihat, tidak biasanya dia bertingkah lembut seperti ini. Tapi aku tidak mempermasalahkan itu, toh dia akan menjadi perempuan yang lebih baik dengan bertingkah seperti itu.
“Ada yang ingin aku bicarakan, dan aku butuh bantuanmu” segera kuutarakan maksudku menemuinya cepat.
“Iya, aku juga ada yang mau aku bicarakan.” Ucap Rima seperti ragu-ragu.
“Sepertinya apa yang kamu akan ucapkan lebih penting, sampai membuatmu berubah seperti ini, kamu katakanlah lebih dulu.”
Bukannya langsung mengatakannya Rima malah meremas-remas ujung bajunya, terlihat sekali dia ragu-ragu.
“Katakanlah Rima.” Ucapku sambil mencoba menyentuh tangannya agar berhenti meremas ujung bajunya.
“Aku suka sama kamu, aku cinta sama kamu, aku mencoba untuk tidak mencintaimu karena aku tahu kamu terlalu tampan untuk aku, tapi aku tidak bisa menahan perasaan itu, aku ingin kamu jadi kekasih aku, apakah.... apakah kamu mau jadi pacarku?” ucapnya cepat dengan mata seperti ingin menangis. Aku hanya melongo mendengar semua ucapannya. Tak pernah menyangka sedikit pun ia akan memiliki perasaan itu ke padaku, karena aku hanya menganggapnya sebagai sahabat bahkan saudara, tidak lebih dari itu.
“Rima, maafkan aku.” aku mulai berbicara sambil ku mencoba menggenggam tangannya.  
“Rima, jujur terima kasih kamu selalu memperlakukan ku dengan baik, memberikan perhatianmu sepenuhnya kepadaku, telah mencintaiku, aku juga mencintaimu tapi hanya sebatas sebagai sahabat dan sebagai saudara, tidak lebih dari itu, aku sudah memiliki orang yang aku sukai, aku cintai sepenuh hatiku, untuk itulah tujuanku menemuimu karena aku membutuhkanmu untuk membantuku agar aku bisa berkenalan dengannya, maafkan aku Rima.” Ucapku masih terus menggenggam tangannya.
Setelah Rima menerima semua permintaan maafku karena tidak bisa menerima dia menjadi pacarku, rima bertingkah seperti semula yang dulu ku kenal, suara cemprengnya kembali menghiasi setiap perkataannya. Aku menceritakan segalanya tentang orang yang aku taksir, tentang di mana ia bekerja, dan bagaimana wajah orang yang kutaksir itu terutama senyuman manisnya tentu saja ku ceritakan juga. Dan Rima tentu saja siap membantuku. Kita janji akan bertemu besok di tempat yang sudah kami janjikan untuk mengantarku berkenalan secara resmi untuk bertemu dengan orang yang ku taksir sang kasir mini Market.

*****

Sinar matahari yang terik tidak menyurutkanku untuk menjalankan rencana agar aku bisa berkenalan dengannya. Rima sudah berada di sampingku yang duduk dibalik kemudi. Sekarang aku yang malah merasa sangat nervous. Berdasarkan pemantauanku, aku sudah tahu bahwa dia sudah mulai bertugas menjadi kasir semenjak satu jam yang lalu. Beberapa kali Rima mengajak aku agar segera turun untuk menemuinya, tak seperti hari-hari sebelumnya ketika aku menemuinya sendiri, namun hari ini aku sangat gugup.
Dan setelah tanganku ditarik-tarik seperti anak kambing oleh Rima, di sinilah aku berada, di depan pintu mini Market bersama Rima yang celingukan mencari seseorang yang sudah aku ceritakan. Kami berdua akhirnya masuk berpura-pura mencari sesuatu di dalam mini Market.
“Ronald, mana orang yang kamu taksir itu?” tanya Rima dibalik rak tinggi yang penuh bermacam-macam mie instan.
“Itu yang berdiri di sana, di meja kasir” jawabku sambil berbisik di samping Rima.
“Aku tidak melihatnya, mana orang yang bernama Fitri itu yang membuat kamu bertingkah seperti ini?” ucap Rima tak kalah berbisik.
“Itu orang yang berdiri sendiri di sana.” Tunjukku kepada Fitri yang memang sedang berdiri sendiri sambil sesekali tersenyum kepada pelanggan.
“Ronald, jadi orang itu yang bernama Fitri? Jadi orang itu yang kamu cintai selama ini?” tanya Rima yang kali ini bertampang serius dan kaget.
“Iya, dia orangnya.” Jawabku pendek sambil ku anggukan kepalaku.
“Bukankah namanya Fitri?” Rima masih bertanya heran.
“Iya, namanya Fitri, tepatnya namanya Fitriyanto.” Ucapku sambil menunduk.
“Ronald, are you GAY....???” teriak Rima sambil mulutnya masih terbuka dengan wajah masih melongo penuh kekagetan. Dan yang kubisa lakukan hanya menunduk menanggapi teriakannya.

***end***

Cerita ini hanya karangan semata, jika ada kesamaan tokoh, nama dan tempat kejadian, mungkin itu hanya perasaan mas atau mbak nya saja ...;)



4 komentar: